tag:blogger.com,1999:blog-31576377555788843962024-02-20T04:04:54.778-08:00Ayo MenulisBlog ini berisi segala hal yang berkaitan dengan menulis: tips menulis; motivasi menulis, inspirasi menulis, dan sejenisnya. Semoga bermanfaat. Selamat berselancar dan temukan inspirasi di sini!O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.comBlogger15125tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-47837062579484073522007-08-10T01:46:00.000-07:002007-08-10T01:47:22.398-07:00Memilih Topik<div class="snap_preview"> <p><a title="bukusaft10.jpg" href="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/bukusaft10.jpg"><img alt="bukusaft10.jpg" src="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/bukusaft10.thumbnail.jpg" align="left" /></a>Pertanyaan yang kerap muncul dari benak kita saat hendak menulis, “Topik apa ya yang cocok?” Tolong, pertanyaan seperti itu jangan dijadikan beban. Anggap saja sebagai hal biasa. Apa yang enak dibahas dalam buku harian? Hmm… yang enak untuk dibahas adalah hal-hal umum yang berkesan dan menarik. Bisa menyedihkan, bisa pula yang menggembirakan. Seperti apa sih? Pengalaman pertama masuk sekolah, pengalaman berkenalan pertama kali dengan teman di sekolah, hari pertama masuk kerja, mendapat uang gaji pertama kali, bertemu sang kekasih hati, pengalaman saat melamar, pengalaman ketika menikah, dan lain sebagainya. Pokoknya, segala hal yang seru dan menarik. Semua itu bisa membuat kita betah menuliskannya berlembar-lembar. Asyik. Termasuk, yang enak dibicarakan adalah hal yang baru. Misalnya punya mobil baru, punya teman baru, punya rumah baru, dan segala hal yang baru-baru deh. Topik seperti itu ditanggung antimanyun. Pas banget untuk dituangkan di buku harian. <span id="more-846"></span> <br /></p><p>Kebiasaan untuk menuliskan sesuatu yang baru perlu dijaga. Bukan apa-apa, kalo kamu menulis buku harian, tapi masalah dan kata-kata serta kalimatnya sering diulang-ulang, nggak bakalan gereget lagi untuk dibaca. Bahkan sangat boleh jadi menulis buku harian nggak ada bedanya dengan mengerjakan PR menulis halus. Suer. Jadi gali terus, cari terus masalah baru. Supaya kamu kreatif. Siapa tahu nantinya memang kamu jadi wartawan. Wartawan kadang harus ‘nakal’. Misalnya, ketika mewawancarai narasumber, kudu berani menanyakan sesuatu yang barangkali ‘tabu’ untuk ditanyakan. Seperti jika narasumbernya sebagai polisi, kita tanyakan, ‘apakah ada keterlibatan aparat dalam aksi kejahatan ini?” Tujuannya, ada bahan berita baru yang bisa ditulis. Biar nggak monoton. Siapa tahu Pak Polisi itu keceplosan ngomong dan mengeluarkan pernyataan ‘of the record’. Bisa jadi kan? Meskipun nantinya nggak ditulis di media kita, tapi kita punya peluru baru untuk mengutak-atik arah kasus itu.</p> <p>Buat kamu yang mau nyari topik, nggak usah sulit-sulit mikirin yang jauh-jauh. Coba cari yang dekat dengan kita deh. Tanya teman kanan-kiri, nguping dari sana-sini. Atau bisa juga baca koran pagi ini, cari berita yang menarik. Setelah dapat, kamu bisa menulis ulang dengan sudut pandang kamu. Misalnya, judul berita yang kamu ambil adalah perilaku seks bebas remaja. Setelah baca berita itu, dari mulai fakta dan arahnya ke mana, kamu bisa bikin ulang dengan pengembangan yang kamu suka, dengan cara kamu sendiri. Anggap saja misalnya dirimu sebagai wartawan yang menyelidiki kasus itu. Kamu bisa ubah dengan versi baru tentang penyelidikan kasus seks bebas di kalangan remaja. Sebagai latihan aja kan? Mungkin kok. Coba deh!</p> <p>Sobat muda, satu hal yang menarik dari dunia ini adalah karena banyak hal yang tak terduga. Itu sebabnya kita asyik menjalani hidup ini. Memanfaatkan kesempatan, mengatasi kesulitan, mencoba keluar dari tekanan dsb. Itu pula yang kemudian membuat sebagian orang rela menjadi pengarang. Ia bisa meangandai-andai suatu peristiwa dan menuliskannya dalam berbagai versi. Karena memang banyak kemungkinan yang bisa ditulis. Hal itu akan menjadi peluru yang banyak untuk menjadi seorang pengarang.</p> <p>Tinggal sekarang, bagaimana cara menyajikan berbagai kemungkinan itu dalam surat yang akan kita kirim, dalam buku harian yang akan kita buat, dalam artikel yang akan kita tulis, dalam novel yang akan kita bikin, dalam cerpen yang akan kita rangkai jalinan kisahnya. Maka jangan kaget, dengan banyaknya kemungkinan orang suka membaca surat. Sebab, surat yang pasti-pasti itu nggak semangat lagi kita bacanya. Misalnya surat dinas berupa surat perintah kerja, kenaikan gaji, apalagi surat PHK. Novel dan cerpen yang masih ‘misteri’ akan semangat untuk dibaca. Artikel yang ‘menyimpan’ rasa penasaran akan selalu menarik perhatian. Yakin deh.</p> <p>Untuk menulis artikel, cari saja topik yang ‘menggigit’. Itu terserah kamu sih. Misalnya kamu bikin tulisan dengan topik cinta. Kamu cari segala masalah yang berhubungan dengan cinta dan cepetan tulis aja. Resepnya, cari topik-topik yang mudah aja dan dekat dengan keseharian kita. Kalo mau ‘jauh-jauh’ juga boleh, nanti kamu bisa memikirkannya jika teori dasar mencari dan memilih topik udah kamu kuasai.</p> <p>Jadi topik untuk surat, buku harian, artikel, novel, cerpen, puisi bukan soal sulit. Apa saja bisa jadi topik yang menarik. Ada yang bilang bahwa kalo sejak masa kanak-kanak kita bisa membuat apa saja jadi mainan, maka setelah dewasa, katanya akan bisa membuat segalanya jadi karangan. Mobil, gunung, batu, sungai, laut, hewan, manusia, rumah, sekolah, kantor, pohon, anak kecil, kakek-nenek, rambut, kaki, tangan, alis, mata, hidung, pokoknya semua hal bisa menjadi topik yang menarik. Suer. Yang penting, kamu mau menuliskannya. Jangan sampe kamu ngomong, “isinya sudah tahu, judulnya sudah siap, bahan-bahannya sudah lengkap, arah tulisannya sudah dibuat, sekarang tinggal nulis aja.” Wah, itu justru bermasalah. Padahal, cepet aja langsung tulis.</p> <p>Pengalaman saya, jika sudah mendapatkan topik yang menarik, segera langsung mencari data tentang segala hal yang berkaitan dengan topik tersebut. Setelah dapat, saya biasanya nggak melama-lamakan, takut <em>mood</em>-nya untuk menulis hilang. Langsung saja saya tulis. Sebisa mungkin, sebaik mungkin. Sebab, percuma aja kalo semua bahan udah dikumpulkan, tapi kamu masih diam aja. Sekarang, yang dibutuhkan adalah konsentrasimu untuk segera menulis. Jadi, tunggu apalagi, segera tulis. Selamat mencoba! <strong>[O. Solihin] </strong></p></div>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-48186987671467277932007-08-10T01:44:00.000-07:002007-08-10T01:46:20.690-07:00Jadi Peneliti Kecil-kecilan<div class="snap_preview"> <p><a title="google2ph6.jpg" href="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/google2ph6.jpg"><img alt="google2ph6.jpg" src="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/google2ph6.thumbnail.jpg" align="left" /></a>Untuk memulai menjadi penulis, bisa dicoba juga untuk mencintai kebiasaan meneliti. Jangan dibayangkan bahwa meneliti itu urusannya selalu berat. Nggak juga. Bahkan sebetulnya setiap hari bisa kita lakukan. Ketika menyimak berita di televisi, kamu bisa mengembangkannya. Misalnya ada berita tentang unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah menuntut penurunan harga-harga bahan pokok. Saat itu juga kamu langsung bertanya-tanya; mengapa mahasiswa menolak kenaikan harga-harga, apa untungnya bagi mereka, mengapa itu bisa terjadi, terus solusinya apa. Entah berapa pertanyaan lagi yang bisa muncul. <span style="font-family: Garamond;"><span id="more-836"></span></span></p> <p>Biasanya, pertanyaan seperti itu hanya bisa muncul ketika kita memiliki rasa ingin tahu yang banyak sekali. Waktu kecil, biasanya anak-anak selalu bertanya. Kadang-kadang, menjawab pertanyaan mereka tak selalu mudah, lho. Ketika ia di bawa ke kebun binatang, semua nama jenis binatang ditanya kepada orangtuanya. Bahkan ada pertanyaan yang menggelitik, ‘kenapa beruangnya nggak bisa bicara?’ Maklum, ia membandingkan dengan film kartun Winnie the pooh yang pernah ditontonnya. Nah, rasa ingin tahu seperti itu perlu dipelihara. Jadi jangan sampe kita ‘mati’ dalam keadaan hidup, karena nggak peduli dengan kondisi yang ada. Seolah-olah kita bisa hidup tanpa informasi. Pada lingkungan seperti itu, kata Bang Eka Budianta, buku paling bagus sekalipun nggak akan ada gunanya. Nah lho.</p> <p>Hobi meneliti, atau mungkin disederhanakan dengan istilah punya rasa penasaran, memang bisa dicoba sejak kecil. Menghitung jumlah pohon yang kita lalui dari rumah ke sekolah, menghitung jumlah perempatan jalan dalam perjalanan yang setiap hari kita lalui antara rumah dan tempat kerja, mengingat warna-warna cat dari pagar rumah teman kita, mengamati kebiasaan sehari-hari teman kita, termasuk makanan kesukaannya, warna favoritnya, hal yang tidak disukainya, bahkan bila perlu mencoba mengetahui jumlah pakaian yang dimilikinya tanpa harus membuka lemari pakaiannya; hanya dengan mengingat warnanya, dicatat dalam hati, dan dihitung diam-diam. Kalo dalam jangka waktu tertentu kamu sampe bisa dengan tepat mengetahui itu semua, kamu berpeluang besar jadi peneleti ulung, juga penulis hebat. Pelihara kebiasaanmu.</p> <p>Sebab, menulis memang tidak saja mengasah keterampilan menggunakan kata-kata, tapi juga harus lihai dalam akurasi data. Supaya bobot tulisan kita jadi bermutu. Itu sebabnya, untuk menjadi penulis bagi mereka yang masih pemula, bisa dicoba resep ini. Mudah kok. Tentu asal kamu mau dan rajin mencobanya.</p> <p>Bang Eka Budianta dalam bukunya <em>Menggebrak Dunia Mengarang</em>, menuliskan bahwa minat meneliti menentukan kedalaman dan luasnya jangkauan karangan kita. Ia memberi contoh, sebelum menulis <em>Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa, </em>Y.B. Mangunwijaya mendalami masyarakat Maluku dan pola hidup maritim di sana. Begitu juga novel <em>Para Priyayi</em> Umar Kayam, yang ditulis dengan mengadakan berbagai penelitian dan dukungan perguruan tinggi di Amerika Serikat. Saya pernah membaca dalam sebuah buku, bahwa Ernest Hemingway rela mengarungi lautan, berminggu-minggu hanya untuk mengetahui secara jelas kehidupan di tengah laut sebelum menulis sebuah novel berjudul <em>The Old Man on The Sea.</em></p> <p>Saya sendiri merasakan pentingnya meneliti, ketika sekolah di SMAKBo (Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor). Di situ saya dan juga teman-teman harus selalu merasa tertantang untuk menemukan jawaban dari setiap bahan yang diujicobakan di laboratorium. Entah di lab. Mikrobiologi, lab. Kimia Industri, lab. Kimia Fisika, lab. Kimia Analisis (gravimetri dan titrimetri). Menganalisis bahan secara kualitatif dan kuantitatif memang membutuhkan ketelitian dan kejelian. Bahkan logika pun turut membantu memecahkan masalah tersebut. Berbagai faktor bisa mempengaruhi hasil; dari bahan baku, cara kita kerja, sampe alat yang digunakan. Nah, kondisi seperti itulah yang membuat saya merasa tertantang untuk mencari jawabannya. Mungkin karena terbiasa seperti itu, ‘irama’ dan ‘rasa’ tersebut secara tidak langsung ikut membantu saya dalam menulis. Menulis apapun.</p> <p><em></em>Wah, tertarik jadi penulis? Untuk sementara resep meneliti ini bisa segera dicoba. Atau kamu bisa lakukan resep sebelumnya di tulisan saya ini. Coba secara intensif, dan terus kembangkan. Jangan pernah merasa bosan. Gagal itu biasa, tapi terus berusaha, itu yang luar biasa. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. <strong>[O. Solihin]</strong></p></div>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-71524168299499110452007-08-10T01:43:00.000-07:002007-08-10T01:44:28.446-07:00Menulis Surat? Boleh Juga Tuh!<p><a title="suratijin.jpg" href="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/suratijin.jpg"><img alt="suratijin.jpg" src="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/suratijin.thumbnail.jpg" align="left" /></a>Menulis surat bukan perkara yang susah, tapi juga nggak begitu mudah. Bergantung kepada kebiasaan kita. Celakanya, memulai kebiasaan baru dan mengubah kebiasaan lama nggak gampang. Kadang malah sulitnya minta ampun. Saat kita terbiasa nyantai, ketika diminta untuk giat, juga perlu adaptasi. Nggak mudah. Begitu juga sebaliknya. Tapi, yakinlah bahwa kita bisa memulai kebiasaan baru. Tentu yang baik dong. Coba ya… Dengan menulis surat, kita belajar untuk mengungkapkan perasaan kita secara penuh lewat tulisan. Kita bisa menggunakan pilihan kata yang pas untuk pembaca. Pembaca itu bisa teman dekat, ayah, ibu, kakek, nenek, adik, kakak, atau malah orang yang asing sekalipun, alias yang belum pernah kita kenal. Surat, adalah cara yang cukup efektif untuk berkomunikasi. Lihai atau tidaknya kita berkomunikasi dengan orang lain, bisa dilihat dari apa yang disampaikan dalam surat itu. Bahasa, pilihan kata, dan bagaimana cara merangkai kata-kata itu menjadi tulisan. <span style="font-family: Garamond;"><span id="more-834"></span></span></p> <p>Tapi, bagaimana cara menulis surat ya? Langsung saja. Nggak usah bingung-bingung. Apa yang ada dalam benak kamu segera tuliskan di kertas putih itu, atau buruan tekan tuts-tuts keyboard komputermu. Nggak ada yang sulit kok. Tapi gimana kalo jelek? Lha, kan namanya juga belajar. Salah-salah dikit, atau mungkin banyak nggak masalah. Bahkan kalo yang belajar langsung bisa, nanti nggak nikmat deh. Nggak seru. Nggak bisa cerita ke teman, gimana suka-dukanya bikin surat. Seperti dalam ungkapan sebuah iklan, “Nggak ada noda, ya nggak belajar”. Jadi, kegagalan adalah awal dari kehancuran, eh, kegagalan adalah awal dari sebuah keberhasilan. He..he..he..</p> <p>Menulis surat itu mengasyikan lho. Bener. Pengalaman saya waktu kecil seru juga kalo bikin surat. Nggak panjang-panjang. Cukup beberapa kalimat saja. Singkat banget. Waktu itu yang penting bisa menyampaikan pesan. Surat buat teman memang yang paling banyak waktu itu. Nah, pas udah jauh dari orangtua, karena harus melanjutkan sekolah di kota lain, surat yang paling sering saya tulis adalah untuk ortu dan adik, juga untuk teman dekat. Bisa ditebak surat untuk ortu, isi suratnya berkaitan dengan kondisi keuangan. Biasanya kalo udah menipis, pasti deh isi suratnya adalah minta dikirim wesel. Pernah juga minta ortu supaya datang ke kota tempat saya belajar, kalo saya kangen. Asyik lho. Dan, tentunya orang ngerti dengan apa yang kita maksud. Biar klop. Apalagi sekarang, jamannya lewat surat elektronik (e-mail), kiat bisa nulis surat ke banyak orang via mailing list. Mudah dan murah lagi.</p> <p>Surat yang kita tulis, siapa tahu bisa membantu menyemangati teman kita yang baru patah hati. Siapa tahu juga surat kita bisa menyelamatkan ortu kita dari perceraian. Malah mungkin surat untuk calon pasangan hidup kita. Bener. Kalo kita mau khitbah tapi nggak kuasa diungkapkan langsung dengan kata-kata, atau malu kalo harus nitip lewat teman untuk menyampaikan perasaan hati kita kepada orang yang kita sukai, surat bisa menjadi pilihan paling aman. Saya pernah kok melakukan itu. Saya mengirim surat kepada orang yang sekarang menjadi istri saya. Seru juga lho.</p> <p>Bang Eka Budianta dalam bukunya <em>Menggebrak Dunia Mengarang</em>, memberikan contoh orang-orang besar yang juga hobi menulis surat. H.B. Jassin misalnya, ia menulis ribuan surat untuk pengarang-pengarang Indonesia. Dengan surat ia membesarkan hati dan memberi semangat kepada penulis di negeri ini. Kumpulan suratnya bisa kamu beli di toko-toko buku terkemuka. H.B. Jassin adalah seorang di antara penulis surat terbaik selain Iwan Simatupang dengan surat-surat politiknya, dan Leila Budiman dengan surat-surat psikologisnya. Ia mengasuh ruang konsultasi pribadi di harian <em>KOMPAS </em>setiap hari minggu.</p> <p>Surat-surat Roosevelt kepada istrinya, Nehru kepada putrinya, Indira, termasuk kumpulan surat terlaris di dunia. Atau surat-surat Mariam Jamilah kepada al-Maududi itu juga merupakan surat yang mampu memberikan nuansa tersendiri kepada pembaca lainnya. Mengapa mereka bisa? Karena mereka mencintai bahasa. Jadi, mulailah menulis surat. Oya, sekarang malah ada fasilitas blog. Manfaatkan aja. Gampang kok. Cobalah! <strong>[O. Solihin]</strong></p>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-25168263315117798882007-08-10T01:40:00.000-07:002007-08-10T01:42:50.917-07:00Bikin deh Buku Harian<div class="snap_preview"> <p><a title="661-overland-diary.jpg" href="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/661-overland-diary.jpg"><img alt="661-overland-diary.jpg" src="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/661-overland-diary.thumbnail.jpg" align="left" /></a>Setelah banyak membaca, setelah banyak tahu segala hal, biasanya muncul rasa ingin menumpahkan seluruhnya lewat tulisan. “Bagaimana caranya? Saya kan belum menguasai teknis menulis?” Mungkin itu pertanyaan umum bagi teman-teman yang mau menulis tapi bingung gimana caranya. Pak Kuntowijoyo pernah ngasih bocoran, bahwa kalo pengen jadi penulis, mulailah menulis, menulis, dan menulis. Itu artinya, ya tuliskan saja apa yang kamu mau. Tuangkan saja apa yang ada dalam benakmu. Jangan perhatikan dulu EYD dan segala macam aturan menulis. Bukankah ketika kita kecil langsung bisa bicara, padahal tidak mengetahui aturan yang baik. Bagaimana cara bicara yang baik dan sopan. Itu membuktikan jangan melihat dulu aturan yang ada dalam tataaturan teknik penulisan. Jadi, tulislah sesukamu. Tapi harap diingat, jangan asal jor-joran aja nulis. Kalo kamu udah bisa, EYD tentu diperhatikan dong. Utamanya dalam penulisan huruf kapital dan tanda baca. <span style="font-family: Garamond;"><span id="more-831"></span></span></p> <p>Mungkin bisa dicoba dengan bikin buku harian. Di buku itu, kamu bisa menulis apapun tentang perasaan hatimu. Tumpahkan seluruhnya. Entah sedih, kecewa, senang, gembira, juga tentang cinta. Satu kalimat atau dua kalimat saja sehari. Nggak perlu banyak-banyak. Dalam setahun, jadi banyak juga kan?</p> <p>Banyak gadis jadi kesohor karena buku-buku harian mereka. Misalnya Kartini dari Jepara, dan Anne Frank di Amsterdam. Buku harian kedua gadis itu membuka mata dunia, bahwa hidup terlalu berharga untuk lewat dalam pikiran. Buku harian, sanggup merekam secara jujur perasaan penulisnya. Dengan menulis buku harian, kita bisa melatih kepekaan dalam menggunakan pilihan kata yang bisa kita tuliskan.</p> <p>Coba deh, untuk menjadi penulis, mungkin resep ini bisa dicoba bagi para pemula.<a title="diary-full.jpg" href="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/diary-full.jpg"><img alt="diary-full.jpg" src="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/diary-full.thumbnail.jpg" align="right" /></a> Nggak susah kok. Cukup beli buku harian yang kecil saja. Lalu, tiap hari kamu rajin mengisinya. Terutama hal yang sangat berkesan dalam hidup kamu di hari itu. Tuliskan saja apa adanya. Jangan perhatikan dulu EYD. Suatu saat nanti, jika kita sudah terbiasa menulis, akan kita dapatkan sendiri gimana cara menulis yang baik dan benar.</p> <p>Waktu SMP dulu, saya juga punya buku harian. Memang malu kalo dibaca orang. Karena kadang-kadang saya menulis tentang pengalaman saya. Yang baik, maupun yang buruk. Waktu itu, saya memang nggak setiap hari menulis di buku harian. Kadang-kadang saja. Utamanya kejadian yang amat berkesan. Tapi, suatu saat ketika membuka-buka kembali buku tersebut kenangan bisa kita rangkai lagi. Bahkan bukan mustahil untuk menuliskannya dalam sebuah cerpen yang lebih baik dari yang ditulis di buku harian. Benar. Bermanfaat sekali, lho.</p> <p>Jadi, jangan malu-malu untuk punya buku harian. Memang anak puteri yang rajin menumpakan perasaannya di buku harian, tapi anak putera juga ada lho. Mungkin salah satunya saya (he..he..he.. nggak nyombong lho..). Tapi parahnya, sejak bisa nulis, saya jadi jarang nulis buku harian lain. Sekarang malah nggak punya. Pengen juga sih aktif lagi menulis di buku harian, siapa tahu 1 atau 2 tahun ke depan bisa bikin cerita. Bagus juga ya?</p> <p>Soalnya, kata Bang Eka Budianta, seorang penulis terkenal itu, menyebutkan bahwa menulis buku harian, bukan berarti bunuh diri. Justru dengan menulis, kita membangun kepribadian, mengasah keterampilan menulis dan melatih kepekaan kepada kata-kata. Yuk kita coba. <strong>[O. Solihin]</strong></p></div>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-33754993914200902582007-08-10T01:36:00.000-07:002007-08-10T01:40:36.307-07:00Berawal dari Membaca<div class="snap_preview"> <p><a title="spk1b.gif" href="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/spk1b.gif"><img alt="spk1b.gif" src="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/spk1b.thumbnail.gif" align="left" /></a>Penulis yang baik, adalah pembaca yang baik. Kamu punya hobi membaca? Berbahagialah. Karena syarat menjadi penulis salah satunya adalah banyak membaca. Dengan membaca, kita jadi tahu segalanya. Hal yang sebelumnya menjadi misteri, setelah membaca, kita jadi ngeh. Membaca akan membuka wawasan kita tentang segala hal. Menyenangkan sekali memang. Waktu SD saja, senang betul bisa membaca buku-buku pelajaran, buku cerita, komik, bahkan ‘nekat’ membaca koran. Dengan semakin banyak membaca, semakin besar rasa ingin tahu kita. Nggak mengherankan jika kemudian kita selalu ketagihan untuk membaca. Jadi, silakan baca buku apa saja, selama kamu sanggup untuk membacanya. Selama matamu masih melek (kalo tidur kan nggak bisa baca…he..he..he..) <span style="font-family: Garamond;"><span id="more-828"></span></span></p> <p>Di Amerika, menurut Pak Ade Armando saat mengisi acara <em>Lunching</em> MRI Permata tahun 2002 lalu, ia menyebutkan bahwa hampir sejuta judul buku terbit tiap tahunnya. Itu menunjukkan bahwa minat baca di sana sangat besar. Di Jepang juga sama, seorang teman pernah memberi kabar, bahwa koran terbesar di sana, setiap hari bisa terbit dengan jumlah oplah 4 kali lebih besar dari jumlah penduduk Jepang itu sendiri. Apakah mereka mengkoleksi koran tersebut? Nggak tahu pasti. Tapi keberanian penerbit untuk mencetak sebesar itu, adalah sebuah prestasi sekaligus menaruh kepercayaan kepada masyarakat. Bahwa, masyarakat di sana memang ‘gila’ baca.</p> <p><a title="mari-membaca.jpg" href="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/mari-membaca.jpg"><img alt="mari-membaca.jpg" src="http://osolihin.files.wordpress.com/2007/08/mari-membaca.thumbnail.jpg" align="right" /></a>Banyak orang besar rata-rata hobi membaca dan mengakui manfaat membaca bagi kemajuan karirnya. Sebut saja Theodore Roosevelt, ia bahkan sanggup membaca tiga buku dalam sehari selama di Gedung Putih. John F. Kennedy juga sama, bahkan ia disebutkan sanggup membaca 1000 kpm (kata per menit). Bisa dibayangkan, berarti dalam satu jam bisa membaca 60 ribu kata.</p> <p>Dengan membaca, kita juga jadi tercerahkan. Apalagi sekarang sudah maju banget teknologi mesin cetak, hingga informasi bisa didapatkan dengan mudah sampe ke pelosok desa. Teknologi informasi yang juga ikut membidani lahirnya internet semakin membantu masyarakat mendapatkan informasi yang banyak. Inilah yang disebut sebagai ledakan informasi. Hasilnya, ambil contoh di desa, para petani yang rajin mendapatkan informasi, salah satunya dengan membaca, lebih maju dalam menggarap sawahnya. Ia tak lagi menarik bajak dengan menggunakan sapi atau kerbau. Sapi dan kerbau amat lamban. Ia beralih ke mesin traktor. Membaca, memang bermanfaat banget.</p> <p>Banyak penulis besar, juga pasti berawal dari kebiasaannya membaca. JK Rowling, penulis novel terkenal, Harry Potter, nggak mungkin bisa mengekspresikan seluruh isi tulisannya jika tidak membaca sebelumnya, sehingga ia menjadi tahu kapan menumpahkan rasa marah dalam sebuah tulisannya, kapan menuliskan kekaguman, dan bagaimana caranya bisa menggiring pembacanya supaya bisa memahami tulisannya. Yakin itu. Ernest Hemingway bisa ngetop dengan novel-novelnya juga karena getol membaca. Mantan Presiden Sukarno, juga terkenal rajin membaca. Itu sebabnya, beliau bisa menuangkannya kembali dalam beberapa buku yang berhasil ditulisnya.</p> <p>Kalo kamu nggak cukup buku untuk dibaca, silakan kunjungi perpustakaan. Atau paling banter datang ke toko buku. Meski kamu nggak beli satu buku pun, kamu bisa membaca buku baru yang dipajang tanpa segel. Silakan dibaca, siapa tahu ada informasi menarik yang bisa kamu dapatkan. Menyenangkan sekali bukan? Saya punya pengalaman menarik tapi sedikit memalukan. He..he..he.. nggak ding, bukan memalukan, tapi <em>nekatz</em>. Begini ceritanya, saya jalan-jalan ke toko buku. Ini memang sering juga saya lakukan untuk mencari informasi terbaru. Kalo ada uang di kantong, dan buku menarik itu bandrolnya nggak bikin kantong bolong, saya bisa beli langsung. Tapi waktu itu benar-benar kepepet.</p> <p>Setelah mikir-mikir, sayang juga kalo kesempatan membaca buku itu hilang begitu saja. Akhirnya, dipicu oleh saking pengennya dapat informasi dari buku menarik itu, dan kebetulan buku yang dipajang itu tanpa segel, saya baca agak lama (tapi nggak sampe lecek sih). Nah, begitu ada data menarik, dan saya harus mendapatkannya, saya sempat bingung. Tapi kemudian dapat ‘ide nakal’. Saya ambil pulpen dan <em>blocknote</em> yang selalu nempel di saku baju saja. Setelah celingukan sebentar, saya langsung menyalin beberapa bagian penting dari buku menarik tersebut. Untung, sampe selesai nyalin penajaga tokonya nggak nyamperin saya. Ya, seandainya punya banya uang, atau semua buku itu murah harganya, kayaknya menarik juga untuk dikoleksi. Nggak sempat baca sekarang, kan masih bisa esok hari. Pokoknya banyak baca deh.</p> <p>Terus terang saja, saya sendiri bisa menulis buku, setelah banyak membaca. Saya bahkan tidak bisa menuliskan satu kalimat pun saat belum ada informasi tentang apa yang akan saya tulis. Membaca adalah kemungkinan paling besar untuk mendapatkan informasi (selain mendengar tentunya). Membaca memang akan memperkaya wawasan. Manfaatnya besar banget lho. Jadi jika ingin jadi penulis, mulailah dengan membaca. Sebanyak mungkin, bacaan apapun (fiksi dan nofiksi). Selamat mencoba. <strong>[O. Solihin]</strong></p></div>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-10509342202292937032007-07-11T01:55:00.000-07:002007-07-11T01:56:23.849-07:00Menulis Hasil Wawancara<span style="font-size:100%;"><b>Oleh: O. Solihin<o:p></o:p></b></span> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p><br /></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Sebenarnya nggak terlalu beda jauh, antara menulis berita, feature, dengan hasil wawancara. Cuma, kayaknya yang membuat beda itu adalah bagaimana merangkum semua hasil ‘obrolan’ kita dengan narasumber yang kita wawancarai. Untuk bisa menuliskan hasil wawancara dengan oke dan enak dibaca, ada beberapa tahapan yang kudu diperhatikan sebelum melakukan wawancara. Sebab, melakukan wawancara adalah satu bagian dalam proses penggalian bahan tulisan. Kita harus bisa mengeksplorasi seluruh kemampuan kita untuk menggali ide-ide yang tertanam dalam benak narasumber kita. Apalagi, jika narasumber yang kita wawancara termasuk tokoh penting dan udah ngetop di kalangan banyak orang. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Nah, ada beberapa persiapan awal sebelum wawancara yang bisa Anda lakukan. Pertama, menentukan topik. Jelas dong, jangan sampe Anda datang ke narasumber dengan ‘kepala kosong’. Ini bakalan menjadi blunder buat Anda yang nekat datang tanpa menentukan topik wawancara. Bukan hanya narasumber yang bakalan bingung, tapi Anda juga akhirya cuma bengong. Sama halnya dengan kalo Anda naik panggung untuk ngisi presentasi, tapi dengan ‘kepala kosong’. Hasilnya, mudah ditebak, Anda bingung! Tul nggak? Kata William Shakespeare, “Barangsiapa yang naik panggung tanpa persiapan, maka ia akan turun dengan kehinaan,” Walah?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Sobat muda muslim, langkah kedua dalam persiapan melakukan wawancara adalah menyiapkan ‘pertanyaan jitu’, ada sebagian wartawan menyebutnya ‘pertanyaan peluru’ (<i>loaded question</i>). Ini akan menentukan tingkat kemampuan si pewawancara. Bahkan sangat boleh jadi akan menghasilkan isi wawancara yang berbobot. Apalagi tokoh yang kita wawancarai memang terkenal dan berpengaruh. Tapi harap diingat dong, bahwa jangan sampe kita terpaku kepada rumusan pertanyaan yang udah kita buat. Itu bisa menjebak kita nantinya dalam kekakuan. Tapi, pastikan bahwa Anda dapat mengembangkan pertanyaan lain saat wawancara terjadi. Jadi bisa bersumber dari pertanyaan narasumber.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Nah, sekarang kita belajar menuliskan hasil wawancara. Untuk mendapatkan tulisan berupa wawancara yang baik, tentunya kita kudu mendapatkan sedetil-detilnya segala macam yang ‘melekat’ pada narasumber. Setelah melakukan wawancara, biasanya ada kesempatan untuk rileks. Nah, di situlah Anda bisa tanya ‘ini-itu’ dari narasumber; misalnya warna favoritnya, olahraga kesukaannya, makanan kesukaannya, tokoh idolanya, pendidikannya, keluarganya, aktivitasnya, pengalaman-pengalaman unik yang dialaminya, dsb. Dengan catatan, jika wawancara ini bersifat ‘eksklusif’, yakni cuma Anda, atau media tempat Anda kerja aja yang melakukan wawancara dengan narasumber tersebut. Kalo wawancara sambil lalu, maka untuk mendapatkan detil dari yang ‘melekat’ pada dirinya, Anda bisa baca via sumber lain yang menceritakan narasumber tersebut. Jadi tenang aja, apalagi jika media <st1:city st="on"><st1:place st="on">massa</st1:place></st1:City> tempat Anda kerja punya dokumentasi lengkap, maka akan mudah untuk berkreasi dalam menulis hasil wawancaramu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Sobat muda muslim, kita juga bisa ‘memodifikasi’ tulisan wawancara. Tujuannya supaya pembaca enak untuk menyimaknya. Misalnya begini. Dalam kenyataan saat wawancara, kita mengajukan pertanyaan yang adakalanya panjang banget <st1:state st="on"><st1:place st="on">kan</st1:place></st1:State>? Biasanya itu dilakukan untuk memperjelas maksud. Nah, dalam tulisan hasil wawancara, tidak perlu ditulis semua pertanyaan kita sesuai rekaman di kaset. Anda bisa memotongnya dengan tanpa mengurangi maksud dari pertanyaan. Contoh: <i>“Bapak bisa jelaskan masalah yang menimpa anak muda sekarang, misalnya dalam masalah pergaulan?”</i> Ini yang kita ucapkan kepada narasumber. Tapi, dalam tulisan hasil wawancara, kita persingkat saja jadi begini, <i>“Bisa dijelaskan pergaulan remaja sekarang?”</i> Lebih hemat <st1:state st="on"><st1:place st="on">kan</st1:place></st1:State>? <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Bisa juga ‘modifikasi’ itu kita lakukan dalam ‘membagi’ jawaban narasumber ke dalam beberapa bagian ‘pertanyaan buatan’ kita. Ini terjadi jika jawaban narasumber kelewat panjang. Nah, supaya pembaca nggak jenuh dengan panjangnya jawaban, maka kita buatkan ‘pertanyaan pembantu’ untuk membagi jawaban tersebut. Tentu dengan tidak menghilangkan maksud dari jawaban narasumber dong. Sekali lagi, ini sekadar mengatasi kejenuhan pembaca.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Terus, yang bisa kita lakukan dalam menulis hasil wawancara adalah mengkreasikan data-data. Supaya tambah ciamik, maka dalam tulisan itu, kita selipkan profil narasumber. Misalnya, <i>“Bapak sembilan anak yang rajin membaca buku ini, terlihat masih segar di usia tuanya. Setiap hari, ia berkeliling komplek perumahan untuk sekadar berolaharga jalan kaki kesukaannya. Suami dari ….. (sebutkan nama istrinya) kelahiran <st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:City> 50 tahun silam itu kini aktif sebagai pengurus Partai …. (sebutkan nama partai tempat ia bergabung dan jabatannya)”</i> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Anda bisa buat tulisan tambahan seperti itu sekitar 3 buah. Boleh juga dipadu dengan biodata singkatnya yang ditulis dalam sebuah kertas (minta saja bagian tataletak untuk men-scan kertas tersebut untuk diselipkan dalam lay-out rubrik wawancara tersebut). Pokoknya, buatlah semenarik mungkin hasil kreasimu. Tiap wartawan biasanya punya kreasi tersendiri. Selama itu memang menarik, kenapa tidak? Tul nggak?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Tulisan hasil wawancara akan lebih menarik jika Anda pandai mengolah kata, gabungkan dengan tip yang sudah saya sampaikan di awal; membuat judul, hemat kata, dan tentunya kaya dengan kosakata. Ditanggung antimanyun deh. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Oke, sekarang mulailah menyiapkan segalanya untuk wawancara. Sudah siap? Yup, sebelum lupa, yang penting lagi sebelum melakukan wawancara adalah mental. Selain kudu percaya diri, Anda juga ‘wajib’ punya mental juara. Sebab, adakalanya narasumber itu ‘ngerjain’ kita. Saya dan seorang teman pernah melakukan wawancara dengan Pak Amien Rais (waktu itu masih Ketua PP Muhammadiyah). Wuih, sampe empat kali bolak-balik Bogor-Jakarta. Jadi, nggak mesti sekali jadi. Maklumlah tokoh penting. Akhirnya dapet juga, meski dengan susah payah. Kejar terus sampe dapet! []<o:p></o:p></span></p>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-57542291268898810402007-07-11T01:33:00.000-07:002007-07-11T01:53:24.550-07:00‘Bermesraan’ dengan Feature<span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:100%;" ><b>Oleh: O. Solihin<span style=""> </span><o:p></o:p></b></span> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="color:blue;"><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Apa sih definisi <i>feature</i>? Menurut Asep Syamsul M. Romli dalam bukunya “Jurnalistik Praktis”, dikatakan bahwa batasan pengertian (definisi) feature, para ahli jurnalistik belum ada kesepakatan. Masing-masing ahli memberikan rumusannya sendiri tentang feature. Jadi, tidak ada rumusan tunggal tentang pengertian feature. Yang jelas, feature adalah sebuah tulisan jurnalistik juga, namun tidak selalu harus mengikuti rumus klasik 5W + 1 H dan bisa dibedakan dengan <i>news</i>, artikel (opini), kolom, dan analisis berita. “Kita punya kisah atas fakta-fakta telanjang,” kata William L Rivers, “dan itu kita sebutkan sebagai ‘berita’. Disamping berita kita jumpai lagi tajuk rencana, kolom, dan tinjauan, yang kita sebutkan ‘artikel’ atau ‘<i>opinion pieces’.</i> Sisanya yang terdapat dalam lembaran surat kabar, itulah yang disebutkan karangan khas (feature).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Asep Syamsul M. Romli menjelaskan pula bahwa dari sejumlah pengertian feature yang ada, dapat ditemukan beberapa ciri khas tulisan feature, antara lain:<o:p></o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;font-family:trebuchet ms;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><i>Mengandung segi </i>human interest<i><o:p></o:p></i></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Tulisan feature memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap mampu menggugah emosi—menghibur, memunculkan empati dan keharuan. Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung segi <i>human interest</i> atau <i>human touch</i>—menyentuh rasa manusiawi. Karenanya, feature termasuk kategori <i>soft news</i> (berita ringan) yang pemahamannya lebih menggunakan emosi. Berbeda dengan <i>hard news</i> (berita keras), yang isinya mengacu kepada dan pemahamannya lebih banyak menggunakan pemikiran.<o:p></o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;font-family:trebuchet ms;" start="2" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><i>Mengandung unsur sastra<o:p></o:p></i></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <h1 style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span></span></h1><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Satu hal penting dalam sebuah feature adalah ia harus mengandung unsur sastra. Feature ditulis dengan cara atau gaya menulis fiksi. Karenanya, tulisan feature mirip dengan sebuah cerpen atau novel—bacaan ringan dan menyenangkan—namun tetap informatif dan faktual. Karenanya pula, seorang penulis feature pada prinsipnya adalah seorang yang sedang bercerita.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Jadi, feature adalah jenis berita yang sifatnya ringan dan menghibur. Ia menjadi bagian dari pemenuhan fungsi menghibur (<i>entertainment</i>) sebuah surat kabar.<o:p></o:p><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Jenis-jenis Feature</span><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Ada beberapa jenis <i>feature</i>, di antaranya adalah:<o:p></o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;font-family:trebuchet ms;" start="1" type="a"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><i>Feature</i> berita yang lebih banyak mengandung unsur berita, berhubungan dengan peristiwa aktual yang menarik perhatian khalayak. Biasanya merupakan pengembangan dari sebuah <i>straight news</i>. Misalnya, menulis berita tentang persiapan penyerangan AS ke Irak. Untuk menulis berita tersebut yang kental unsur <i>feature</i>-nya, bisa cerita tentang kondisi para serdadu AS yang dikirim ke kawasan Teluk, kekuatan mesin-mesin perang AS dan Irak, atau bisa juga bercerita tentang keluarga tentara yang ditinggalkan. Bisa juga berkisah tentang rakyat Irak ketika menghadapi serangan Amrik tersebut. Banyak hal yang bisa ditulis.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><i>Feature</i> artikel yang lebih cenderung segi sastra. Biasanya dikembangkan dari sebuah berita yang tidak aktual lagi atau berkurang aktualitasnya. Misalnya, tulisan mengenai suatu keadaan atau kejadian, seseorang, suatu hal, suatu pemikiran, tentang ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang dikemukakan sebagai laporan (informasi) yang dikemas secara ringan dan menghibur. Misalnya, menulis tentang kondisi kaum muslimin di berbagai belahan dunia. <o:p></o:p></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Oke deh, sekarang kita bahas berdasarkan tipenya. Untuk persoalan ini, feature dapat dibedakan menjadi (ini saya ‘modifikasi’ dari tulisannya Asep Syamsul M. Romli):<o:p></o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;font-family:trebuchet ms;" start="1" type="a"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Feature <i>human interest</i> (langsung sentuh keharuan, kegembiraan, kejengkelan atau kebencian, simpati, dan sebagainya). Misalnya, cerita tentang penjaga mayat di rumah sakit, kehidupan seorang petugas kebersihan di jalanan, liku-liku kehidupan seorang guru di daerah terpencil, suka-duka menjadi dai di wilayah pedalaman, atau kisah seorang penjahat yang dapat menimbulkan kejengkelan.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Feature <i>pribadi-pribadi menarik</i> atau feature <i>biografi</i>. Misalnya, riwayat hidup seorang tokoh yang meninggal, tentang seorang yang berprestasi, atau seseorang yang memiliki keunikan sehingga bernilai berita tinggi. Itu sebabnya, Anda bisa menuliskan tentang profil para pemimpin Islam di masa lalu, misalnya. Atau Anda juga bisa cerita tentang kisahnya al-Khawarizmi, ilmuwan muslim yang menemukan angka nol. <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Feature <i style="">perjalanan</i><span style="">. Misalnya kunjungan ke tempat bersejarah di dalam ataupun di luar negeri, atau ke tempat yang jarang dikunjungi orang. Dalam feature jenis ini, biasanya unsur subjektivitas menonjol, karena biasanya penulisnya yang terlibat langsung dalam peristiwa/perjalanan itu mempergunakan “aku”, “saya”, atau “kami” (sudut pandang—</span><i style="">point of view</i><span style="">—orang pertama). Ambil contoh tentang perjalanan menunaikan ibadah haji. Perjalanan ke tanah suci itu bisa Anda tuangkan dalam sebuah tulisan bergaya feature yang menarik. Itu sebabnya, disarankan untuk membawa buku catatan kecil untuk menuliskan semua peristiwa yang dialami sebagai bahan penulisan. Pokoknya, sip deh.</span><o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Feature <i style="">sejarah</i>. Yaitu tulisan tentang peristiwa masa lalu, misalnya peristiwa Keruntuhan Khilafah Islamiyah, sejarah tentang Istana al-Hamra dan benteng Granada. ‘Melongok’ kejayaan Islam di masa lalu. Sejarah tentang kekejaman tentara Salib saat membantai kaum muslimin, sejarah pertama kali Islam masuk ke Indonesia dan sebagainya. Banyak kok sejarah yang bisa kita tulis dengan jenis feature ini. Pokoknya asyik deh.</span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Feature <i style="">petunjuk praktis</i> (tips), atau mengajarkan keahlian—<i style="">how to do it</i>. Misalnya tentang memasak, merangkai bunga, membangun rumah, seni mendidik anak, panduan memilih perguruan tinggi, cara mengendarai bajaj, teknik beternak bebek, seni melobi calon mertua dan sebagainya. </span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b>Membuat Tulisan <i>Feature</i><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Harus diakui bahwa yang terpenting dalam pembuatan tulisan berjenis feature ini adalah lead. Kekuatannya ada di sana. Lead ibarat pembuka jalan. Jadi harus benar-benar menarik dan mengundang rasa penasaran pembaca untuk terus membaca. Sebab, gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa ogah meneruskan membaca. Nah, gagal berarti kehilangan daya pikat. Itu sebabnya, penulis feature harus pinter betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu. Memang sih, nggak ada teori yang baku tentang menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Saya modifikasi dari perkembangan yang saya lihat di berbagai media massa dan sedikit teori umum tentang itu. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead bisa disebutkan sebagai berikut: <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style="">Lead Ringkasan:</b> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Lead ini hampir mirip dengan berita biasa, bedanya, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang. Misal: <i style="">Usia tua bukan halangan bagi Bu Maryam untuk tetap bertahan jualan gado-gado di kantin sekolah kita. Ia, dengan semangat tinggi bertekad menghidupi anaknya agar bisa sekolah seperti yang lain. </i>Dan seterusnya.... Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah penjual makanan bernama Bu Maryam yang sudah tua. <b style=""><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style="">Lead Bercerita:</b> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya. Misal: <i style="">Anak berseragam putih-abu itu menenteng balok kayu. Sorot matanya tajam bagai elang mengincar mangsanya. Sejurus kemudian ia memberi komando untuk menyerang lawannya dari sekolah lain. Tawuran pun tak bisa dihindari lagi. Warga sekitar kejadian, yang kebanyakan ibu-ibu ketakutan menyaksikan drama itu...</i> Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang maraknya tawuran pelajar yang selama ini selalu bikin resah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style="">Lead Deskriptif:</b> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Lead ini menceritakan gambaran kepada pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Penulis yang hendak menulis profil seseorang, biasanya seneng banget bikin lead kayak begini. Misal: <i style="">Sesekali wanita tua itu mengelap keringatnya yang mengucur dengan ujung kebayanya, ia terus mengulek bumbu pecel. Sementara anak-anak sekolah sibuk berebutan membeli gorengan di kantin sekolah itu. Meski banyak anak yang suka curang dengan tidak membayar dagangannya, Bu Maryam tak pernah ambil pusing, “Mungkin dia tidak punya uang”, katanya suatu saat.....</i> dst....Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Bu Maryam yang bak pelangi. <b style=""><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style="">Lead Pertanyaan: <o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru. Misal: <i style="">Untuk apa mereka berjihad ke Irak? Memang ada yang sinis dengan dibukanya pendaftaran relawan untuk berjihad ke Irak, menyusul invasi AS dan sekutunya ke negeri seribu satu malam itu 20 Maret lalu. Bahkan pemerintah pun menanggapi dingin rencana tersebut bahkan ada yang pejabat yang mengatakan “konyol” terhadap rencana tersebut...</i>dst....Pembaca kemudian disuguhi feature tentang rencana relawan yang akan berjihad ke Irak.<span style=""> </span><i style=""><o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style="">Lead Nyentrik:</b> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya. Misal: <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><i style="">Hancurkan Amerika! <o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><i style="">Tangkap Bush! <o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><i style="">Bush Teroris!<o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><i style="">Tegakkan Khilafah <o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><i style="">Hancurkan demokrasi! <o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><i style="">Teriakan itu bersahut-sahutan dari ribuan pendemo di depan Kedubes AS dalam unjuk rasa menentang invasi AS dan sekutunya ke Irak ....</i> dst.... Pembaca akan disuguhi feature tentang tuntutan para pengunjuk rasa tersebut.<b style=""><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style="">Lead Menuding: <o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata “Anda” atau “Saudara” (bisa juga Anda). Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan. Misal: <i style="">Anda jangan bangga dulu punya HP oke. Meski kemana-mana nenteng ponsel yang fiturnya seabrek, boleh jadi Anda buta tentang teknologi telgam ini<span style=""> </span></i><span style=""> </span>dst.... <b style=""><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style="">Lead Kutipan:</b> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise. Misal: <i style="">“Saya akan terus berjuang sampai titik darah yang penghabisan. Lebih baik mati daripada menanggung derita karena dijajah Israel,”<span style=""> </span>kata seorang pemuda Palestina dengan lantangnya saat membakar bendera Israel di Tepi Barat dalam sebuah demonstrasi yang digelar ratusan pejuang Palestina itu... </i>dan seterusnya. Pembaca kemudian digiring pada kisah perjuangan rakyat Palestina.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style="">Lead Gabungan:</b> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi. Misal: <i style="">“Saya tak pernah merasa gentar menghadapi serbuan AS dan sekutunya” kata Saddam Husein dalam pidato yang berapi-api itu. Ia tetap tersenyum cerah dan melambai-lambaikan tangannya di hadapan ribuan rakyat Irak di sela-sela pidatonya itu.... </i>Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan. Coba ya...<b style=""><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Nah, setelah kita membuat lead, jangan lupa membuat isinya, yakni yang disebut dengan “Batang Tubuh”. Lead yang menarik, tentu harus didukung dengan batang tubuh yang oke juga. Tapi yang jelas fokus cerita jangan sampai menyimpang. Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan pendek-pendek (lihat tip ke-8, “Hindari Kalimat Raksasa”). Terus deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil) mutlak untuk pemanis sebuah feature. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Kalau dalam berita, cukup ditulis begini: <i style="">Bu Maryam penjual makanan yang sabar di kantin sekolah kita</i>. Paling hanya dijelas kan sedikit soal Bu Maryam. Tapi dalam feature, Anda dituntut lebih banyak. Profil lengkap Bu Maryam diperlukan, agar orang bisa membayangkan. Tapi tak bisa dijejal kayak begini: <i style="">Bu Maryam, penjual makanan di kantin sekolah kita, yang sudah tua dan menjanda, umurnya 50 tahun, anaknya 6, rumahnya di Tanah Abang, tetap sabar.</i> Walah, itu mah kurang greget atuh. He..he..<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Anda harus memecah data-data itu. Misalnya, alenia pertama cukup ditulis: <i style="">Bu Maryam, 50 tahun, penjual yang sabar.</i> Lalu jelaskan tentang contoh kesabarannya. <i style="">Bu Maryam yang sudah tua tak kenal lelah berjualan, untuk menghidupi keenam anaknya yang sebagian masih berusia remaja. </i>Di bagian lain bisa ditulis<i style="">: “Demi anak-anak, saya rela membanting tulang kerja keras” kata wanita yang ditinggal mati suaminya 10 tahun lalu dan kini tinggal di sebuah rumah di kawasan Tanah Abang.</i> Dan seterusnya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Anekdot perlu juga untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin ya? Jadi nggak menarik nantinya. Kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase. Nah, detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak. Misalnya, <i style="">Bis itu masuk jurang dengan kedalaman 15 meter lebih 40 centi 8 melimeter...,</i> apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 15 meter. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Beda dengan yang ini: <i style="">Gol kemenangan Juventus dicetak Pavel Nedved pada menit ke 44,</i> ini penting. Sebab nggak bisa disebut sekitar menit ke 45. Kenapa? Karena menit 45 sudah setengah main. Dalam olahraga sepakbola, menit ke 41 beda jauh dengan menit ke 35. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik. Belum lagi ngitung waktu dalam arena balapan F1, seper sekian detik juga akan diperhitungkan. Tul nggak?<b style=""><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b style=""><span style=""> </span></b>Oya, ‘kecanggihan’ lead dan batang tubuh nggak bakalan sempurna kalo nggak ada ‘ending’ (penutup). Kalo dalam berita malah tidak ada penutup. Untuk feature paling nggak ada empat jenis penutup. <span style="">Pertama, penutup “Ringkasan”. </span>Sifatnya merangkum kembali cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal atau lead. Kedua, p<span style="">enutup “Penyengat”. Jadi, m</span>embuat pembaca kaget karena sama sekali tak diduga-duga. Misalnya, menulis feature tentang gembong pelaku curanmor yang berhasil ditangkap setelah melakukan perlawanan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas polisi sudah datang, dan sang penjahat itu pun sudah menghuni sel tahanan. Tapi, ending feature adalah: <i style="">Esok harinya, penjahat<span style=""> </span>itu telah kabur kembali.</i><span style=""> Gubrak!<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Ketiga, penutup “Klimak”. Ini penutup biasa karena cerita yang disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Keempat, p<span style="">enutup “Tanpa Penyelesaian”. </span>Cerita berakhir dengan mengambang. Ini bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung, masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan. Misalnya: <i>Entah sampai kapan perang AS-Irak ini akan berakhir.</i><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Yup, ini sekilas aja tentang teknik penulisan feature. Anda bisa mencari ide untuk bahan penulisan dari kehidupan sehari-hari, berita aktual, kehidupan seseorang, dan peristiwa lainnya. Sebab, yang terpenting ada <i style="">newspeg, </i><span style="">alias </span>cantelan berita, karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan gaya mirip fiksi. Banyak hal yang bisa ditulis dengan gaya feature. Buat menambah wawasan dan mengasah keterampilanmu, seringlah membaca tulisan orang lain dengan gaya penulisan feature. Pelajari, dan buatlah dengan gaya bahasamu. Sip kan? Ditanggung antimanyun deh. Selamat mempraktikkan[]</span></p>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-42360004944163279162007-07-02T11:49:00.000-07:002007-07-01T21:50:35.427-07:00Sekilas tentang Jurnalistik<div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b>Oleh: O. Solihin</b><a style="" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt;"></span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="font-family: trebuchet ms;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Menurut <i>Webster Dictionary</i>, <i>journalism</i> (jurnalisme) adalah kegiatan mengumpulkan berita atau memproduksi sebuah <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:City></st1:place> kabar. Dengan kata lain, jurnalisme adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang wartawan, sedangkan jurnalistik merupakan kata sifat (ajektif) dari jurnalisme. <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Dalam kamus lain, mengartikan jurnalistik sebagai “hal yang menyangkut kewartawanan”. Dalam penggunaan sehari-hari orang sering menggunakan kedua istilah ini (jurnalisme dan jurnalistik) untuk satu pengertian, yakni “kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:City></st1:place> kabar atau media lainnya (cetak maupun elektronik).<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Untuk lebih tegasnya, jurnalistik adalah, proses kegiatan meliput, memuat, dan menyebarluaskan peristiwa yang bernilai berita (news) dan pandangan (views) kepada khalayak melalui saluran media <st1:place st="on"><st1:city st="on">massa</st1:City></st1:place> (cetak dan elektronik) <i>(Asep Syamsul M Romli: Jurnalistik Praktis)</i><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span><b><o:p></o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Berita<o:p></o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style=""> </span></b>Dalam jurnalistik, begitu banyak pengertian berita. Masing-masing orang memberikan definisi berita berdasarkan sudut pandang sendiri-sendiri dalam merumuskannya. Dalam buku <i>Reporting</i>, Mitchell V. Charnley menuliskan beberapa definisi berita:<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Berita adalah segala sesuatu yang terkait waktu dan menarik perhatian banyak orang dan berita terbaik adalah hal-hal yang paling menarik yang menarik sebanyak mungkin orang (untuk membacanya).” Ini definisi menurut Willard Grosvenor Bleyer.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Menurut Chilton R. Bush, berita adalah informasi yang “merangsang”, dengan informasi itu orang biasa dapat merasa puas dan bergairah. Sementara Charnley sendiri menyebutkan bahwa berita adalah laporan tentang fakta atau pendapat orang yang terikat oleh waktu, yang menarik dan/atau penting bagi sejumlah orang tertentu.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Nah, dari sekian definisi atau batasan tentang berita itu, pada prinsipnya ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan dari definisi tersebut. Yakni:<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Laporan<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Kejadian/peristiwa/pendapat yang menarik dan penting<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Disajikan secepat mungkin (terikat oleh waktu)<o:p></o:p></span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Dalam jurnalistik juga dikenal jenis berita menurut penyajiannya. Pertama, <i>Straight News </i>(sering juga disebut hard news), yakni laporan kejadian-kejadian terbaru yang mengandung unsur penting dan menarik, tanpa mengandung pendapat-pendapat penulis berita. <i>Straight news</i> harus ringkas, singkat dalam pelaporannya, namun tetap nggak mengabaikan kelengkapan data dan obyektivitas.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Kedua, <i>Soft News</i> (sering disebut juga <i>feature</i>), yakni berita-berita yang menyangkut kemanusiaan serta menarik banyak orang termasuk kisah-ksiah jenaka, lust (menyangkut nafsu birahi manusia), keanehan (oddity).<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Menulis berita<o:p></o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Oya, ada satu hal lagi tentang berita, selain kita harus memenuhi kaidah 5W+H (<i>What, Who, Where, When, Why</i> plus <i>How</i>), yakni menuliskan hasil laporan atau pengamatan terhadap peristiwa atau pendapat yang menarik itu. Intinya, adalah menuliskan berita itu ke dalam artikel yang menaik. Nah, supaya tulisan beritamu oke punya. Paling nggak kamu kudu mengetahui beberapa hal, di antaranya:<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Informasi.</b> Yup, informasi, bukan bahasa. Informasi adalah batu-bata penyusun berita yang yang efektif. Tanpa informasi, walah jangan harap kamu bisa menulis berita itu dengan baik. Jangankan nggak punya informasi, informasinya nggak lengkap saja bakalan kewalahan bikin beritanya. Pokoknya, ada yang ganjal saja, karena tulisan jadi kurang menggigit. <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Siginifikansi.</b> Maksudnya, berita kudu memiliki informasi penting; yakni memberi dampak pada pembaca. Misalnya aja, penulisnya mengingatkan pembaca kepada sesuatu yang mengancam kehidupan mereka. <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Fokus.</b> Betul, kegagalan seorang penulis berita adalah ketika menyampaikan berita secara sporadis, alias semrawut. Nggak fokus. Berita yang sukses dan oke biasnya justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. “Less is more,” kata Hemingway.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Konteks.</b> Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu dari mana kisah berawal dan ke mana mengalir, serta seberapa jauh dampaknya. <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Wajah.</b> Jurnalisme itu menyajikan gagasan dan peristiwa; tren sosial, penemuan ilmiah, opini hukum, perkembangan ekonomi, krisis internasional, tragedi kemanusiaan, dinamika agama, dsb. Tulisan yang disajikan itu berupaya mengenalkan pembaca kepada orang-orang yang menciptakan gagasan dan menggerakkan peristiwa. Atau menghadirkan orang-orang yang terpengaruh oleh gagasan dan peristiwa itu.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Lokasi/Tempat.</b> Sobat muda, pembaca menyukai banget “sense of place”. Kamu bisa membuat tulisan jadi lebih hidup jika menyusupkan “sense of place”. Bener lho. Misalnya aja kamu gambarkan tentang suasana jalannya pertandingan sepakbola yang menegangkan saat kedua klub itu bermain hidup-mati untuk mengejar gelar juara atau menghindari jurang degdradasi. Seru deh.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Suara.</b> Tulisan akan mudah diingat jika mampu menciptakan ilusi bahwa seorang penulis tengah bertutur kepada seorang pembacanya. Jadi, gunakan kalimat aktif. Bila perlu berbau percakapan.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Anekdot dan Kutipan.</b> Anekdot adalah sebuah kepingan kisah singkat antara satu hingga lima alinea—“cerita dalam cerita”. Anekdot umumnya menggunakan seluruh teknik dasar penulisan fiksi; narasi, karakterisasi, dialog, suasana. Semua itu dibuat dengan tujuan untuk mengajak pembaca melihat cerita dalam detil visual yang kuat. Kata orang-orang sih, anekdot sering dianggap sebagai ‘permata’ dalam cerita.<o:p></o:p></span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Nilai berita<o:p></o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style=""> </span></b>Nilai berita adalah seperangkat kriteria untuk menilai apakah sebuah kejadian cukup penting untuk diliput. Ada sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita. 7 di antaranya adalah:<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Kedekatan</b> <i>(proximity)</i>. Ada dua hal tentang kedekatan. Pertama dekat secara fisik dan kedua, kedekatan secara emosional. Orang cenderung tertarik bila membaca berita yang peristiwa atau kejadiannya dekat dengan wilayahnya dan juga perasaan emosional berdasarkan ikatan tertentu.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Ketenaran</b> <i>(prominence)</i>. Orang terkenal memang sering menjadi berita. Seperti kata ungkapan Barat, <i>Name makes news</i>. Bintang film, sinetron, penyanyi, politisi ternama seringkali muncul di koran dan juga televisi.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Aktualitas</b> <i>(timeliness)</i>. Berita, khususnya straight news, haruslah berupa laporan kejadian yang baru-baru ini terjadi atau peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Dampak </b><i>(impact)</i>. Sebuah kejadian yang memiliki dampak pada masyarakat luas memiliki nilai berita yang tinggi. Semakin besar dampak tersebut bagi masyarakat, semakin tinggi pula nilai beritanya.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Keluarbiasaan </b><i>(magnitude)</i>. Sebenarnya hampir sama dengan dampak, namun magnitude di sini menyangkut sejumlah orang besar, prestasi besar, kehancuran yang besar, kemenangan besar, dan segala sesuatu yang besar.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Konflik </b><i>(conflict)</i>. Berita tentang adanya bentrokan, baik secara fisik maupun nonfisik, selalu menarik. Misalnya bentrokan antar manusia, manusia dengan binatang, antar kelompok, bangsa, etnik, agama, kepercayaan, perang dsb.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Keanehan </b><i>(oddity)</i>. Sesuatu yang tidak lazim (<i>unusual</i>) mengundang perhatian orang di sekitarnya. Orang yang berdandan esktrentrik, orang yang bergaya hidup nggak umum, memiliki ukuran fisik yang beda denga yang lain pada umumnya, dsb cenderung jadi berita yang bernilai tinggi.<o:p></o:p></span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b><o:p> </o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Daya tarik berita </b><i>(News interest)</i>. <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Beberapa topik yang mengandung daya tarik berita di antaranya adalah: self-interest, <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">uang, seks, perjuangan, pahwalan dan keterkenalan, suspence (mencekam), human interest, kejadian (perayaan) dengan lingkup besar, kontes, penemuan baru, hal yang tidak biasa, kejahatan, dsb.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Sumber informasi untuk bahan berita<o:p></o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Ada beberapa sumber perolehan berita:<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Staf surat kabar</b>, yaitu personal yang bekerja pada redaktur surat kabar tertentu, berkantor di redkasi surat kabar tersebut.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Koresponden</b>, yaitu wartawan yang bekerja untuk media atau kantor berita tertentu dan tidak berkantor di kantor redaksi.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Kantor berita</b> <i>(news agencies)</i>, yakni lembaga yang khusus berita-berita dalam dan luar negeri serta beraneka jenisnya untuk kemudian dijual ke berbagai media massa.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><i>Features Syndicates</i></b>, yaitu lembaga yang khusus “menjual” kepada penerbit.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Kalangan publisitas</b>, yaitu orang-orang atau kelompok yang bekerja mempopulerkan orang-orang atau peristiwa.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><i>Volunteer staff</i></b>, yaitu orang-orang awam atau bukan kalangan pers yang akan memberi informasi berharga tentang gejala dan kejadian yang bisa diangkat sebagai berita.<o:p></o:p></span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Syarat sumber berita<o:p></o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style=""> </span></b>Sebuah tulisan jurnalistik haruslah bersumber dari fakta, bukan opini atau asumsi si reporter. Itu sebabnya, harus ada sumber berita yang jelas dan dapat dipercaya. Ada beberapa syarat sumber berita:<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Layak dipercaya</b>, meski kelihatan mudah, tapi wartawan yang belum berpengalaman akan kejeblos mewawancarai sumber yang diragukan kebenaran omongannya. Jadi kudu jeli dan kritis ketika mengamati peristiwa atau kejadian dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Berwenang</b>, artinya orang yang punya kekuasaan dan tanggung jawab terhadap masalah yang sedang kita garap. Kenapa ini penting? Pertama, agar tercapai keseimbangan penulisan berita yang balance (seimbang) dan <i>both-sided coverage</i> (liputan yang menyajikan keterangan dua pihak yang bertolak-belakang sehingga fair atau adil). Kedua, agar tulisan atau laporan bisa aman.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Kompeten</b>, artinya sumber berita tersebut layak untuk dimintai keterangannya.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b>Orang yang berkaitan langsung dengan peristiwa</b>, yaitu sumber berita yang memiliki hubungan, terpengaruh atau mempengaruhi peristiwa tersebut. <o:p></o:p></span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Demikian sekilas tentang dasar-dasar jurnalistik, khususnya yang berkaitan dengan sebuah pemberitaan. Masih banyak unsur lainnya dalam jurnalistik seperti manajemen media massa, jenis-jenis tulisan di media massa, termasuk tentang kode etik jurnalistik. Bisa dibahas pada kesempatan lain, atau bisa juga mencari informasi sendiri. Semoga saja ilmu yang meski masih sedikit ini menjadi tambahan wawasan. Tapi intinya, jangan pernah merasa puas mendapatkan sedikit ilmu. Terus belajar, belajar, dan belajar. Tetep semangat![]</span></p><div style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></div>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-9233999560234134942007-07-02T02:20:00.000-07:002007-07-01T21:44:52.441-07:00Konsentrasi dan Bekerja<div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Untuk melamar pekerjaan, memang perlu sejumlah syarat. Ada ijasah,a da pas foto, dan macam-macam lampiran yang kadang-kadang tidak relevan. Tetapi untuk mengarang, Anda tak perlu harus sarjana, pengalaman sekian tahun, atau punya kartu pers. Penggunaan gelar dan surat-surat keterangan sangat berguna kalau Anda tidak punya nyali.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Tulisan yang buruk tak dapat diperbaiki hanya dengan cara menempelkan gelar Prof. Dr. di depan nama penulisnya. Penulis tulen tidak akan menakut-nakuti pembacanya dengan pangkat, titel, apalagi ancaman bahwa ia orang sakti. Masyarakat tidak bisa dikecoh bungkusan bagus, tanpa isi.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Cendekiawan sejati biasanya justru mengakrabkan diri dengan masyarakat luas. Misalnya dilakukan oleh Aryanti. Siapa mengira kalau penulis cerpen dan novelis ini adalah ahli Sansekerta terkemuka di dunia, dan pernah menjadi Menteri Sosial RI. Dia adalah Prof. Dr. Haryati Soebadio.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Keyakinan bahwa yang penting penampilan hanya benar bagi calon pengarang gagal. Yang penting tetap isi. Teknik yang kuat ibarat pot yang menentukan ukuran tanaman. Sebatang palem raja tidak mungkin ditanam dalam pot tanah liat kecil. Sebaliknya selembar daun bawang cukup disuburkan dalam bekas kaleng susu. Begitu pula sebatang cabe rawit dan seledri.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Dengan kata lugas: teknik akan mengikuti isi. Untuk mengungkapkan masalah besar, tidak mungkin Anda memilih format iklan baris. Sebaliknya, sepotong anekdot akan hilang daya lucunya, bila dimuat bersambung seperti roman.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Memilih topik</span><br /></span></p><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Topik apakah yang baik dipilih untuk buku harian? Kiat paling umum adalah menulis sesuatu yang paling berkesan. Itu bisa menggembirakan, menyedihkan, menjengkelkan atau membosankan. Pengalaman pertama di kantor baru, biasanya memberi peluang kita menulis panjang-panjang. Segala sesuatu yang masih baru memang bisa dibicarakan panjang lebar. Itu bisa berarti rumah baru, tahun baru, kenalan baru, hidup baru, maupun hutang baru.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Segala sesuatu yang baru pertama kali terjadi sering dianggap penting. Penulis buku harian yang baik, perlu memilih dan mengolah hal-hal terbaru apa yang dialaminya hari ini. tanpa kemauan dan keinginan memilih hal baru, buku harian akan jadi PR menulis halus. Artinya: mengulang-ulang kaimat kemarin saja. Sedangkan kalau Anda pandai mencari topik baru, siapa tahu bakal jadi wartawan.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Topik-topik tidak usah dibeli. Anda bisa memperolehnya dari dalam kepala atau mati hati sendiri. Boleh juga mendengar atau baca kanan kiri. Kalau sukar, belilah koran, bacalah judul-judulnya. Cari satu yang menarik dan kembangkan dengan cara sendiri. Siapa tahu Anda bisa menulis versi lain dari berita peresmian pabrik kacamata. Atau membuat reportase fiktif korban perkosaan. Atau menyusun pidato seolah-olah Anda menteri penerangan bayangan. Siapa tahu tiba-tiba Anda betul-betul harus menyusun pidato pemakaman, perceraian, dan ulangtahun anak tetangga.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Di dunia ini banyak hal yang tak terduga. Dan itu yang membuat orang bisa hidup jadi pengarang. Kalau semua sudah serba pasti, semua calon pengarang boleh jadi pilot. Yang membuat dunia mengarang unik adalah tidak adanya kepastian mutlak. Semua masih serba kemungkinan. Berbagai kemungkinan inilah yang membuat orang suka menerima surat.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Tinggal sekarang, bagaimana menyajikan berbagai kemungkinan itu dalam surat yang kita kirim. Surat yang pasti-pasti, biasanya tidak menarik. Orang menyebutnya sebagai surat dinas. Isinya bisa keputusan naik pagkat, lamaran ditolak, naik gaji, dipecat atau perintah harian. Kenikmatan membaca surat dinas, biasanya terpusat pada nomor surat dan perihalnya. Selebihnya bikin saja fotokopi banyak-banyak, supaya ikut dinikmati mertua.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Itulah pentingnya topik untuk surat dinasa. Untuk artikel lain lagi. Topik bisa dicari sesuai dengan minat Anda. Kalau Anda berminat menulis rahasia kecantikan. Tidak usah bicara. Jangan ngomong kepada siapa pun, langsung saja tulis. Topik adalah rahasia jangka panjang yang baru boleh diumumkan sesudah sebagian terwujud dalam tulisan.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Topik surat, buku harian, artikel, buku, cerpen, novel, puisi, adalah soal mudah. Apa saja bisa ajadi topik. Kalau semasih kanak-kanak Anda bisa membuat apa saja jadi mainan, maka setelah dewasa, segalanya bisa jadi karangan. Batu, embun, sungai, kucing, rumah, sambal terasi, semua bisa jadi topik menarik.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Yang penting Anda mau diam dan menulis. Semua pasti keluar dengan sendirinya. Banyak orang merasa sudah siap mengarang. “Isinya sudah tahu, judulnya sudah siap, bahan-bahannya lengkap. Tinggal nulis saja,” katanya. Kalau Anda seorang penerbit, tamu yang berkata seperti itu tak usah diberi minum. Suruh dia lekas pulang, dan kembali esok pagi, membawa semua yang konon “sudah ada” padanya.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Masalah umum untuk mengarang bukan topik, bukan bahan, bukan juga teknis menulis. Masalah inti buat calon pengarang adalah duduk tenangm berkonsentrasi dan menuangkan isi pikiran, perasaan secepat-cepatnya. Kalau tidak ditulis sekarang, mau kapan lagi? Besok perasaan Anda sudah berubah. Minat berganti, dan mungkin kiamat.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="font-weight: bold; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Kerangka tulisan<br /></span></p><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Di sekolah ada banyak guru yang bisa bicara panjang lebar tentang <i>kerangka tulisan. </i>Istilah populernya <i>outline.</i> Maksudnya adalah membuat garis besar buat karangan. Tapi kalau Anda ketemu pengarang seperti Putu Wijaya, Danarto, Yudhistira Massardi, dan Budi Darma, jangan tanya <i>outline</i>. Banyak pengarang tidak tahu dan tidak peduli, pada garis besar. Mereka menyuruh pembacanya membuat garis besar sendiri nanti kalau karangannya sudah jadi.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Tapi kalau Anda mau jadi penulis kontrak yag bekerja untuk bisnis penerbitan, jangan main-main masalah <i>outline</i>. Sebaiknya Anda rajin-rajin menabung garis besar. Buat saja rancangan buku sebanyak-banyaknya sampai Anda sendiri bigung mana yang harus ditulis duluan. Membuat rancangan itu pekerjaan sambilan buat pengarang sejati. Kalau ada waktu luang, bikin saja seolah-olah sebuah novel sudah jadi. Atau tuntunan pemsaran, psikologi terapan, teknologi tepat guna. Buku-buku pertanian, bisa juga Anda susun garis besarnya.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Misalnya Anda mau bicara tentant sawo. Mulai saja menyusun <i>outline </i>seperti ini:</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><ol style="margin-top: 0in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Sifat dan jenis sawo</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Cara memperoleh bibit sawo</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Hama tanaman sawo</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Perawatan dan panen</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Bisnis sawo dan pemasarannya.</span></li></ol><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Dari lima perkara itu Anda bisa menyusun buku minimal 50 halaman. Kalau </span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">mau dilengkapi dengan foto-foto dan daftar pustaka, Anda bisa pertebal menjadi 70-an halaman. Lebih bagus lagi kalau bisa dilengkapi dengan teknik menanam sawo dalam pot, sejarah sawo, nutrisi sawo, dan data-data budidaya sawo di seluruh Indonesia.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Penerbit terkenal Penbar Swdaya di Jakarta, dengan mengerahkan tim penulis dapat memproduksi ratusan buku praktis macam itu. Ada buku tentang tomat, asparagus, kelinci, jambu, jeruk, jamur, atau apa saja yang melintas di kepala Anda. Dan buku-buku semacam itu laris. Mengapa? Karena selalu saja ada orang yang ingin beternak belut, dan berjualan mentimun. Percayakah Anda bahwa buku “Beternak Lele Dumbo” bisa laku 900 eksemplar per bulan, dan harus dicetak 10.000 buku setiap tahun?</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Topik-topik di lapangan komputer, manajemen, keagamaan, juga banyak diminati orang. Dari sepuluh ribu buku terbita anggota IKAPI 1992, hampir seperlima adalah buku agama. Ini bukan hanya mencerminkan betapa religius bangsa Indonesia, tapi juga betapa asyiknya menulis masalah-masalah rohani. Khutbah Jumat, kuliah subuh, dan lain sebagainya yang memang selalu diperlukan oleh rakyat yang haus pegangan.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Kata orang yang rajin membaca, buku adalah pegangan. Atau obor, tongkat, kompas, atau teropong. Jadi jangan takut sukar menyusun <i>outline</i>. Kalau Anda tidak bisa bikin, pembaca yang akan mebuatkannya untuk Anda. Tugas Anda jadi lebih ringan: sekali lagi duduk, menulis apa saja. Apa saja. Adakalanya sesuai dengan minat, bakat, dan obesesi Anda. Kadang-kadang sama sekali tidak Adan minari. Misalnya: meningkatkan harga kodok dan kangkung, memasang kancing pada peragawan yang bawel, dan seterusnya.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Satu-satunya penghambat Anda dalam membuat <i>outline</i> adalah bagian pemasaran dan toko buku. Mereka suka ikut-ikutan menentukan, kira-kira buku apa yang bakal laris dan apa-apa yang bakal tidak dibeli orang. Kalau mereka sudah ngomong begitu, ada baiknya Anda membuat <i>outline </i>cadangan. Boleh selusin, boleh seratus versi tentang buku “Menanam Sawo di Pot dan di Kebun” dan “Beternak burung puyuh sambil memancing”.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style=""> </span></b><span style="font-weight: bold;">Kosa kata</span><br /></span></p><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Yang menunjang keterampilan menyusun kalimat, adalah kekayaan kosa kata. Kosa kata ibarat saldo kekayaan seorang pengarang. Dengan kata-kata terbatas, Anda bisa membuat buku cerita anak-anak. Sedangkan dengan kosa kata lebih banyak, Anda bisa menyusun kamus. Lihat saja di toko buku, kamus bisa dicetak berulang-ulang. Padahal penyusunnya tidak pusing-pusing menyusun plot. Mencari topik, mengembangkan <i>outline</i> macam-macam.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Bukan itu. Tentu saja bukan hanya untuk menyusun kamus kita perlu banyak kosa kata. Chairil Anwar, Shakespearem Solzenitsyn, dianggap sangat berjasa karena membakukan dan memperkaya kosa kata pada bahasa masing-masing. Di masa mudanya, Rendra juga gemar menabung dan mengumpulkan kata-kata baru baru setiap hari. Masyarakat Indonesia modern juga sangat kreatif dan mampu menghidupkan kembali kata-kata yang sudah mati. Contoh: kata pakar dipakai lagi untuk menyebut “orang pintar”.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Padahal kata itu sudah lama mati. Begitu juga kata <i>sangkil</i> (efisien), <i>mangkus</i><i>renjana</i> (bersedih), <i>citra</i> (gambaran), yang banyak dipakai pada abad lalu tetapi berangsur-angsur dilupakan. Sekarang kata-kata itu populer lagi. Sementara penciptaan kata baru juga melaju. Penambahannya tidak terasa, seperti kata <i>anda, santai, kasus</i> dan seterusnya. (efektif), </span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Celakanya kita perlu mengenal pagar. Tidak semua kata boleh dipakai dalam kalangan pembaca yang fanatik pada “adat ketimuran”. Banyak kata boleh diucapkan, tapi tak boleh ditulis. Kalau kata-kata itu ditulis juga, pembaca bilang kita tidak sopan, jorok, kurangajar, bahkan tak tahu adat. Jadi hati-hati membelanjakan kosa kata Anda.</span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Kata-kata sebagus tahu kucing, babi, monyet, bahkan sapi pun kalau salah tarus bisa dicoret ibu guru. Apalagi bial sampai menyakiti orang, pasti kena sensor. Kebudayaan sensor adalah satu pagar bagi pengarang. Entah kapan penulis-penulis hebat sekaliber Anda bisa menyingkirkannya. Atau justru sebaliknya: dapatkah Anda menyebarkan santun berpikir ke seluruh penjuru dunia?[]<o:p></o:p></span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: trebuchet ms;font-family:trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Catatan: Disadur dari buku “Menggebrak Dunia Mengarang”, karya Eka Budianta, hlm. 21-29.<o:p></o:p></span></p><div style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </div>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-24311201338739362742007-07-02T02:02:00.000-07:002007-07-02T02:06:27.909-07:00Menulis Berita, Gimana Sih?<div align="justify"><span style="font-family:trebuchet ms;"><strong>Oleh: O. Solihin</strong><br /><br /><br /> Anda mau jadi wartawan? Hmm... siap-siaplah melaporkan suatu peristiwa dalam sebuah tulisan. Nah, berita yang baik dan efektif adalah irit dalam gerak. Nggak bertele-tele. Juga tangkas dalam kejutan. Udah gitu, simple dan elok lagi. Itu sebabnya, kalo Anda baca tulisan-tulisan bernuansa berita enak banget dibacanya. Kita langsung nyambung dengan apa yang diinginkan si penulis berita. Cepat alurnya. Beda banget dengan tulisan fiksi yang, memang kelihatannya, harus memainkan kata-kata dengan bertabur kiasan dan pilihan kata yang membuat pembacanya larut dalam nuansa sastra.<br /> Oke deh, saya kasih tip sedikit tentang menulis berita. Ini saya buat sesuai dengan teori yang selama ini saya ketahui dan praktik yang memang telah saya lakukan. Sudah mantap pengen jadi wartawan? Bagus! Tapi jangan salah, Anda harus punya ‘pegangan’ supaya tulisan beritamu oke punya. Paling nggak Anda mengetahui beberapa hal, di antaranya:<br /><br />1. Informasi. Yup, informasi, bukan bahasa. Informasi adalah batu-bata penyusun berita yang yang efektif. Tanpa informasi, jangan harap Anda bisa menulis berita itu dengan baik. Jangankan nggak punya informasi, informasinya nggak lengkap saja bakalan kewalahan bikin beritanya. Pokoknya, ada yang ganjal saja, karena tulisan jadi kurang menggigit. “Prosa adalah arsitektur, bukan dekorasi interior,” kata Ernest Hemingway.<br />2. Siginifikansi. Maksudnya, berita harus memiliki informasi penting; yakni memberi dampak pada pembaca. Misalnya aja, penulisnya mengingatkan pembaca kepada sesuatu yang mengancam kehidupan mereka. Contohnya? Menulis tentang kesehatan seperti tentang kasus Flu Burung yang kian menggila belakangan ini, juga tentang kemakmuran dan kesadaran mereka akan nilai-nilai. Misalnya nilai ajaran agama.<br />3. Fokus. Kegagalan seorang penulis berita adalah ketika menyampaikan berita secara sporadis, alias semrawut. Nggak fokus. Berita yang sukses dan oke biasnya justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. “Less is more,” kata Hemingway. Tulisan yang ringkas nggak ubahnya sebuah lukisan yang tegas (tanpa garis yang tak perlu) atau mesin yang efektif (tanpa suku cadang yang nggak berfungsi). Luruskan apa saja yang berliku-liku. Gergaji deh apa yang terasa bergerigi. Berperanglah melawan kekaburan, sebab pernyataan yang abstrak adalah racun maut bagi seorang penulis.<br />4. Konteks. Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu dari mana kisah berawal dan ke mana mengalir, serta seberapa jauh dampaknya. Sobat muda muslim, tugas seorang penulis adalah membuat sesuatu informasi yang dikumpulkan dan dilaporkan menjadi jelas bagi pembaca.<br />5. Wajah. Di dunia jurnalistik berkembang ‘pameo’, seorang fotografer tahu bahwa gambar yang tidak menyertakan unsur kehidupan (manusia dan binatang) hanya akan berakhir di keranjang sampah. Nah, begitu pula dengan tulisan. Jurnalisme itu menyajikan gagasan dan peristiwa; tren sosial, penemuan ilmiah, opini hukum, perkembangan ekonomi, krisis internasional, tragedi kemanusiaan, dinamika agama, dsb. Tulisan yang disajikan itu berupaya mengenalkan pembaca kepada orang-orang yang menciptakan gagasan dan menggerakkan peristiwa. Atau menghadirkan orang-orang yang terpengaruh oleh gagasan dan peristiwa itu. Inilah yang saya maksud tulisan jusrnalistik itu harus ‘berwajah’.<br />6. Lokasi/Tempat. Sobat muda, pembaca menyukai banget “sense of place”. Anda bisa membuat tulisan jadi lebih hidup jika menyusupkan “sense of place”. Bener lho. Misalnya aja Anda tulisan seperti apa lokasi tempat terjadinya pembunuhan, bagaimana suasana di balik panggung pertunjukkan, bisa juga Anda gambarkan tentang suasana jalannya pertandingan sepakbola yang menegangkan saat kedua klub itu bermain hidup-mati untuk mengejar gelar juara atau menghindari jurang degdradasi. Seru deh. Misalnya aja terjadi sebuah kecelakaan mobil yang masuk jurang. Anda bisa menuliskannya dengan detil, seperti berapa kedalaman jurang, di sana ada air atau Cuma batu-batu besar eksplor terus biar terkesan dramatis. Kamera televisi itu bisa menampilkan pemandangan yang sesungguhnya, dalam warna dan detil. Nah, penulis tentu agak kesulitan untuk menggambrkan itu. Maka, ia harus bekerja keras untuk bisa melukiskan tempat itu di pikiran pembaca. Karena, adakalanya tempat kejadian itu nggak pernah diketahui sebelumnya oleh beberapa pembaca. Intinya, kita berupaya untuk menyentuh indera pembaca. Membuat mereka melihat cerita dalam detil visual yang kuat--dan juga dalam konteks yang tepat--membuat mereka mendengar, meraba, merasakan, membaui, dan mengalaminya. Anda pasti bisa membuatnya. Coba yaa..<br />7. Suara. Sobat, kita nggak boleh lupa, bahkan dalam abad komunikasi massa seperti sekarang, kegiatan membaca tetap saja bersifat pribadi; yakni seorang penulis bertutur kepada seorang pembaca. Tulisan akan mudah diingat jika mampu menciptakan ilusi bahwa seorang penulis tengah bertutur kepada seorang pembacanya. Jadi, gunakan kalimat aktif. Bila perlu berbau percakapan. Media massa cetak yang baik tak ubahnya seperti pendongeng yang memukau. Bukan pendongeng yang gagap. Nah, kata kerja adalah mesin pendorong sebauh cerita. Itu sebabnya, gunakan kata kerja aktif ketimbang yang pasif. Penulis berita ‘wajib’ merasa gagal saat menggunakan kata sifat, ketika tak bisa menemukan kata kerja yang benar atau kata benda yang benar. Ya, intinya, tulisan itu harus enjoy untuk dibaca.<br /> Penulis yang baik juga mampu menghadirkan warna suara yang konsisten ke selruuh cerita, tapi menganekaragamkan volume dan ritme untuk memberi suara tekanan pada makna (dengan memberikan variasi pada panjang-pendek alinea, kalimat dan kata). Oke deh, gampangnya Anda bisa membaca berita di koran-koran or majalah-majalah. Rasakan sendiri bedanya. Oke?<br />8. Anekdot dan Kutipan. Anda perlu paham bahwa anekdot, sebuah kutipan, sebuah dialog pendek, atau sebuah deskripsi dapat mengubah irama di mana pembaca bisa terikat sepanjang cerita dan membuat tulisan itu lebih hidup. Untuk menggambarkan istilah ini, ibarat pertandingan sepakbola. Kalo ada playmaker yang handal dalam tim itu, ia pandai mengatur irama permainan, kapan menyerang, kapan bertahan, kapang juga menekan dengan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki, atau bisa juga menyusun serangan dari sayap. Pokoknya, membuat permainan enak ditonton.<br /> Kutipan dalam tulisan berita memberikan otoritas. Siapa yang mengatakannya? Seberapa dekat keterlibatannya dengan suatu peristiwa dan masalah? Apakah kata-katanya patut didengar? Kutipan juga memberikan vitalitas karena membiarkan pembaca mendegar suara lain selain si penulis. Oya, Anda harus hati-hati untuk tidak terlalu banyak mengutip atau terlalu sedikit mengutip. Ya, yang sedang-sedang saja. Iya dong, kalo kebanyakan mengutip, kapan Anda nulisnya? Atau terlalu sedikit, malah banak pendapat Anda nati di situ. Padahal, berita itu kan harus objektif. Katanya sih begitu. Meski fakta yang berkembang saat ini tentang berita jadi suka bias. Bahkan kesannya udah ditempeli dengan opini si penulis berita. Istilah kerennya, berita sekarang adalah “realitas tangan kedua”, alias udah disaring sesuai dengan keingian si penulis atau visi media tersebut.<br /><br /> Oke deh, ini sekadar sekilas tip. Menulis berita juga adalah komoditi dari menulis itu sendiri. Silakan dipraktikkan[]</span></div>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-79124847980107908052007-07-01T21:20:00.000-07:002007-07-01T21:27:57.247-07:00Peluang Penulisan Nonfiksi<span style="font-size:100%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Oleh: O. Solihin<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=3157637755578884396&postID=7912484798010790805#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size:12;"></span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:trebuchet ms;">Menulis itu sangat menyenangkan. Baik tulisan nonfiksi maupun fiksi. Menurut saya, menulis jauh lebih menyenangkan ketimbang berbicara. Menulis lebih leluasa dalam mengembangkan ide dan memaparkan fakta. Bahkan menulis bisa sangat sistematis dalam memberikan runutan. Sementara berbicara seringkali dibatasi waktu dan dituntut untuk berpikir lebih cepat dan tepat. Dalam hal ini jarang sekali ada pembicara yang pandai mengemas kata, kaya dengan data, dan sekaligus menguasai audiens dengan baik. </span><br /><br /></span><div style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Jika kita melihat fakta yang berkembang saat ini, sungguh sangat menggembirakan ketika banyak remaja muslim yang terjun menjadi penulis. Ini menunjukkan bahwa budaya menulis belum mati dan akan tetap hidup. Juga menumbuhkan kebanggaan bahwa dakwah Islam tetap berjalan, meski disampaikan lewat tulisan. Penulis kita makin tumbuh subur seiring dengan banyaknya klub atau kelompok pembinaan terhadap para calon penulis. </span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Kita bisa menyaksikan dan mungkin sangat kenal dengan nama-nama penulisnya. Baik mereka yang mengkhususkan diri menulis di jalur fiksi maupun yang betah dan fokus menulis nonfiksi. Sama bagusnya dan sama baik peluangnya, menurut saya. Masing-masing memiliki pembaca fanatiknya sendiri. Tentu karena selera tiap manusia berbeda. Meski secara umum dan secara sederhana bisa dipetakan menjadi dua bagian, yakni mereka yang menyukai tulisan nonfiksi dan mereka yang biasa menyantap tulisan fiksi.<o:p></o:p></span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Persoalannya, suatu saat mungkin kita harus berbicara peluang. Terutama ketika kita mulai berpikir untuk menerbitkan karya kita ke “mayor label”. Itu sama artinya dengan kita mengkalkulasi untung-rugi. Apalagi tiap penerbit buku memiliki aturan main sendiri dan punya studi kelayakan terhadap buku yang akan diterbitkan. Mereka harus menghitung biaya produksi dan juga tingkat pengembalian modal dengan cermat. Sehingga wajar jika kemudian berpikir bisnis. Karena memang dari situlah ia memutarkan dananya.</span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Menurut saya, jika dilihat dari sisi “dakwah”—dan itu mungkin lebih ke arah idealisme, peluangnya sama-sama bagus dan sama baiknya. Karena apa? Karena, sasaran dakwah kita beragam, baik dari segi intelektualitas, kultur, status sosial dan segala aspek kehidupan yang membentuk dan mengembangkan kepribadiannya. Sehingga di sini berlaku cara pandang. Maka, karya fiksi dan nonfiksi akan sama-sama mudah diserap pembaca tertentu. Jadi peluangnya sama.</span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Hanya saja, jika kita berbicara faktor bisnis, maka akan ada pertimbangan lain yang menurut saya wajar untuk dijadikan pijakan. Terutama oleh pengusaha penerbitan buku. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, akan berdampak kepada kita, para penulisnya. Ambil contoh sekarang ini sedang <i>booming </i>buku-buku fiksi. Hampir semua penerbit Islam atau umum membidik pangsa pasar ini. Ibarat trayek angkutan, maka tema fiksi lebih layak disebut sebagai jalur gemuk. Artinya, jika terbitkan oleh penerbit mana pun, pasarnya sudah ada. Sudah terbentuk. Sehingga seperti jualan gorengan. Akan mudah laris.</span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Tentu saja, ini berdampak kepada penulis fiksi. Sangat boleh jadi mereka yang bergelut di jalur ini akan terus mengasah kemampuannya, baik kualitas maupun kuantitas karya yang dihasilkannya. Untuk penulis pemula, secara tak langsung mereka pun akan meyakin-yakinkan diri untuk bermain di trek yang sama. Karena sedang diminati dan tentunya akan berdampak pada eksistensi diri dan kemampuan berkaryanya yang akan terus meningkat.<o:p></o:p></span><span style="font-size:100%;"><span style=""></span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Sementara penulisan nonfiksi, jika dilihat dari sisi bisnis, kondisinya saat ini masih kalah bersaing dengan tema fiksi. Mungkin pasar yang menyukai tulisan nonfiksi jauh lebih sedikit dan mungkin spesifik sekali, sehingga jarang juga penerbit yang berani mengorbitkan karya tulis jenis tersebut. Tentunya kondisi ini ada hubungannya juga dengan para penulisnya. Bisa jadi karena penulis nonfiksi jumlahnya sedikit, maka itu berbanding lurus dengan jarangnya beredar karya nonfiksi di pasar. Sehingga mengukuhkan anggapan bahwa tulisan nonfiksi kurang menjanjikan secara bisnis. Jika hanya melihat fakta sepintas lalu, para penulis pemula yang ingin memoles keterampilan, akhirnya berpikir ulang untuk terjun di jalur nonfiksi. Karena mereka merasa peluangnya sangat kecil dan tentu karyanya akan sedikit diserap pasar. Ya, tak sebaik penyerapan pasar terhadap tulisan fiksi lah. Itu sebabnya, jika bukan karena idealisme yang sangat kuat atau ‘bakat’ dan minat utama yang tertanam dalam dirinya, maka ia akan memilih jalur yang “gemuk” tadi, yakni memoles kemampuan menulisnya di jalur fiksi. <i>Wallahu’alam.</i><o:p></o:p></span></div><p class="MsoNormal" style="font-family: trebuchet ms; text-align: justify;"> </p><div style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Tapi dari segi “peluang dakwah”, terjun di jalur fiksi tak salah dan tak masalah juga. Sah-sah saja. Selama memang menghasilkan karya yang benar, baik, dan bermanfaat buat umat. Itu sama artinya meski kita terjun di jalur tulisan nonfiksi, tapi isinya berantakan dan membuat umat tidak cerdas dan malah ingkar syariat, ya itu berbahaya dan bisa jadi sangat sia-sia. Intinya, jika boleh saya memberikan saran, silakan berkarya di dua jalur penulisan tersebut. Karena yang terpenting harus kita jadikan bahwa menulis adalah sebagai salah satu cara dalam berdakwah untuk kemaslahatan umat dan meninggikan kemuliaan Islam.<o:p></o:p></span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Jadi, bila kita ingin membandingkan peluang antara tema nonfiksi dan fiksi secara bisnis (dan ini pun boleh-boleh saja), harus dilihat lebih detil dan mungkin saja memerlukan penelitian yang menyeluruh. Supaya dakwah kita jalan, tapi pemasukan untuk “energi” dakwah juga lancar.<o:p></o:p></span></div> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b>Tak ada salahnya dicoba<o:p></o:p><span style=""></span></b></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b><span style=""></span></b>Jika kita ingin menjajal kemampuan untuk terjun di jalur penulisan nonfiksi, silakan saja. Tak ada salahnya mencoba. Apalagi sebagai “bocoran”, di beberapa penerbit Islam kini “diam-diam” ingin juga menggeber penerbitan tulisan-tulisan nonfiksi. Mungkin ada yang tergerak karena dilandasi semangat untuk mendakwahkan Islam dengan lebih detil, menyentuh, dan ilmiah. Dan itu diyakini hanya bisa ditempuh lewat jalur tulisan nonfiksi. Mungkin juga sekadar menjajal peluang bisnis semata. Terlepas dari kemungkinan seperti itu, insya Allah saya sendiri tetap <i>khusnudzan</i> bahwa penulis dan penerbit yang bekerjasama menerbitkan karya nonfiksi tetap dilandasi tujuan dakwah Islam yang mulia. Semoga.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style=""></span>Buat kita, penulis dan calon penulis, silakan fokus menulis di jalur masing-masing. Karena yang terpenting kita lakukan sesuai minat dan kemampuan yang kita sadari betul kelebihannya. Saya sendiri merasa harus fokus di tulisan nonfiksi, meski sesekali juga menulis fiksi. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style=""></span>Andai saya boleh ‘memaksa’ Anda dalam bentuk memberi saran, cobalah Anda menjajal untuk menulis nonfiksi. Kini, di beberapa penerbit kekurangan, jika tak ingin dikatakan tak ada penulis nonfiksi. Sementara berdasarkan studi kelayakan terhadap pasar (terutama remaja), sangat bagus prospeknya. Jadi peluang karya kita untuk diterbitkan insya Allah cukup besar. Asal tentunya karya kita dipoles dengan cantik dan indah. Coba ya. Yakin bisa <i>deh!</i><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b>Berhubungan dengan penerbit<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style=""></span>Berikut ini beberapa tips atau cara yang berhubungan dengan penerbitan buku:<o:p></o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;font-family:trebuchet ms;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Tema harus menarik dan aktual. Lengkapi dengan data faktual supaya lebih bergizi.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Gunakan <st1:place st="on"><st1:city st="on">gaya</st1:city></st1:place> bahasa bertutur yang asyik, menyegarkan, dan menghibur.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Aktif menghubungi berbagai penerbit dan melakukan pendekatan.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Rajin mengirimkan naskah ke satu penerbit yang kita anggap bagus.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Menjalin kerjasama dengan penulis lain yang mungkin sudah ‘leading’ untuk membuat karya bersama atau sekadar meminta <i>endorsement</i> dan tulisan pengantar untuk karya kita. <o:p></o:p></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p><br />Selamat mencoba dan terus menulis dan menghasilkan karya bermanfaat bagi umat dan kemuliaan Islam. Karena, ”Pada mulanya adalah kata. Tapi dia bisa menjadi senjata,” begitu kata Nadine Gordimerm, seorang penulis dari Afrika. Buat kita, kaum muslimin, menulis adalah bagian dari ibadah. Itu sebabnya tulisan tersebut harus dikemas dengan bagus agar pembaca kita mudah menyerap pesan yang kita sampaikan. Jadi, penulis muslim dituntut untuk menggabungkan kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas. Tetap semangat![]</span></p>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-80117841109334643292007-07-01T21:11:00.000-07:002007-07-01T21:14:06.429-07:00Pendapat para penulis tentang menulis<span style="font-family: trebuchet ms;">“</span><st1:personname style="font-family: trebuchet ms;" st="on">Say</st1:PersonName><span style="font-family: trebuchet ms;">a suka menulis waktu saya merasa kesal; itu seperti bersin yang melegakan.”</span> <b>[D.H. Lawrence]</b><br /><p style="font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt;" lang="IN"><br />“Menulislah dengan bebas dan secepat mungkin, dan tuangkan semuanya ke atas kertas. Jangan melakukan koreksi atau menulis ulang sebelum semuanya habis Anda tuliskan.” <b>[John Steinbeck]</b><br /><br />“Kita tidak menulis untuk dipahami; tetapi untuk memahami.” <b>[C. Day Lewis]</b><br /><br />“Di mana pun saya menemukan tempat untuk duduk dan menulis, di situlah rumah saya.” <b>[Mary TallMountain]</b><br /><br />“Deskripsi (penggambaran) harus menyelusup ke dalam cerita bagaikan seekor ular merayap di rerumputan, diam-diam, hampir ak terlihat, tanpa menarik perhatian.” <b>[Marion Dane Bauer]</b><br /><br />“Kata yang tepat mungkin efektif, tetapi tidak ada kata yang sama efektifnya seperti jeda yang tepat waktu.” <b>[Mark Twain]</b><br /><br />“Kadang-kadang, kata yang paling sederhana adalah yang paling indah. Dan paling efektif.” <b>[Robert Cormier]</b><br /><br />“Jangan pernah ragu meniru penulis lain. Setiap seniman yang tengah mengasah keterampilannya membutuhkan model. Pada akhirnya, Anda akan menemukan gaya sendiri dan menanggalkan kulit penulis yang Anda tiru.” <b>[William Zinsser]</b><br /><br />“Yang menyebabkan kalimat pertama begitu sulit adalah karena Anda terpaku padanya. Semua yang lain akan mengalir dari kalimat itu.” <b>[Joan Didion]</b><br /><br />“Menulis kalimat pembuka suatu cerita hampir mirip dengan mulai berski di bagian bukit yang paling terjal. Anda harus mengendalikan semua keahlian sejak awal.” <b>[Marion Dane Bauer]</b><br /><br />“Walaupun banyak hal terlalu ganjil untuk dipercaya, tiada hal yang terlalu ganjil untuk terjadi.” <b>[Thomas Hardy]</b><br /><br />“<st1:personname st="on">Say</st1:PersonName>a pikir, hal terbaik menjadi seorang penulis adalah kita dapat mereka-reka segala sesuatu sekaligus mengatakan kebenaran pada saat yang sama.” <b>[Kyoko Mori]</b><br /><br />“Memiliki imajinasi saja tidaklah cukup. Anda harus dapat benar-benar masuk menembus ke dalamnya, merasai seluruh isinya.” <b>[Stephen King]</b><br /><br />“Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya.” <b>[John Gardner]</b><br /><br />‘Dan karena saya tidak menemukan hal lain untuk ditulis, saya menyediakan diri sendiri sebagai subjek.” <b>[Montaigne]</b><br /><br />“Ruang menulis saya selalu penuh dengan skema garis besar dan bagan cerita (story-board) bab terbaru.” <b>[Janet E. Grant]</b><br /><br />“Sebuah karya akan memicu inspirasi. Teruslah berkarya. Jika Anda berhasil, teruslah berkarya. Jika Anda agal, teruslah berkarya. Jika Anda tertarik, teruslah berkarya. Jika Anda bosan, teruslah berkarya.” <b>[Michael Crichton]</b><br /><br />“Menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis…” <b>[Gertrude Stein]</b><br /><br /><i>[Dari buku "Daripada Bete, Nulis aja", Caryn Mirriam-Goldberg, Kaifa, 2003]</i></span><span style="font-size: 11pt;" lang="IN"><o:p></o:p></span></span></p>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-88281910051294375052007-06-29T20:04:00.000-07:002007-07-01T21:19:56.147-07:00Bangkitkan Kehebatanmu (2)<span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;font-family:trebuchet ms;" >Oleh: Mohammad Fauzil Adhim</span><br /></span><p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Ada lagi yang perlu kita perhatikan agar bisa menjadi penulis pilihan. Selengkapnya, inilah hal-hal penting yang perlu kamu miliki: <i>I Am Not a Me Too</i><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Kalau kamu ingin jadi penulis yang diperhitungkan (tidak hanya untuk sementara), ikrarkanlah dengan mantap, "<i>I am not a me too</i>. Saya bukan orang yang me too, yang suka ikut-ikutan." Meski awalnya karyamu tak banyak dibaca orang, kelak kamu akan tahu bahwa karyamu termasuk <i>a <o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><i>few good ones</i>. Karya-karya pilihan. Yakinlah, setiap manusia memiliki keunikan. Karena itu, kamu justru akan memiliki ciri khas yang mengesankan tanpa sibuk-sibuk mencari gaya yang memikat bila kamu cukup percaya diri untuk menjadi diri sendiri. <i>So, be yourself</i>. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Jadilah dirimu sendiri. Kalau karya Mbak Helvy bagus, tulisan Boim jenial, dan gaya Emha nakal sekaligus bengal, biarkan saja mereka berjalan seperti itu. Tetaplah kamu menjadi dirimu sendiri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b>Jangan Biarkan Editor Mengubah Tulisanmu<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Seorang teman pernah menulis buku. Cukup tebal. Atas dasar isinya yang bagus, editor memutuskan untuk menerima. Selanjutnya editor menyerahkan kembali tulisan tersebut untuk diperbaiki penulisnya. Apa yang terjadi kemudian? Teman saya ini nyaris tak melakukan perubahan apa-apa. Sebaliknya, dia bersiap-siap menulis buku berikutnya. Alasan dia, "Kan ada editor. Nanti biar diperbaiki editor. Kalau naskahnya sudah bagus, editornya malah nggak punya kerjaan."<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Saya begitu kagum pada teman saya ini. Dia begitu khawatir editor kehabisan pekerjaan sampai-sampai tulisannya tidak diurus oleh editor. Bukunya tidak jadi terbit karena editor tidak betah menggarap tulisannya. Editor selalu lebih tertarik mengemas tulisan lain yang lebih mudah dicerna.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Teman saya hanyalah satu dari sekian banyak penulis yang memiliki sikap mental menyedihkan. Sikap mental seperti ini membuat kita tidak bisa berkembang. Sebaik-baik racikan seorang editor, tetap akan lebih baik racikan asli penulis. Mengedit sangat berbeda dengan menulis. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Seorang penulis yang hebat pun bisa ngos-ngosan kalau harus memperbaiki tulisan yang amburadul. Energi yang dipakai untuk mengemas ulang tulisan yang membingungkan, jauh lebih banyak dibandingkan membuat satu buku yang menakjubkan. Itu sebabnya, di awal-awal perjalanan saya menulis, saya memancang satu tekad, "Saya harus menulis dengan sempurna, sehingga editor tidak perlu mengubah sedikit pun."<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Tekad ini memacu saya untuk selalu memperbaiki kualitas tulisan. Buat saya tidak ada kata berhenti untuk belajar, tak terkecuali belajar menulis agar lebih baik lagi. Keberhasilan menulis buku-buku <i>best seller</i>, tidak berarti saya telah mencapai kesempurnaan. Buktinya, masih saja ada yang harus diubah oleh editor, misalnya karena menulis kata "yang" dua kali. Meski ada yang mengatakan kesalahan itu tidak begitu berarti, tetapi itu menunjukkan bahwa saya masih harus belajar agar editor tak perlu lagi menambahi atau mengurangi apapun dalam tulisan saya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b>Kita Nggak Butuh Mood<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Salah satu berhala yang banyak dipuja oleh penulis-apalagi penulis fiksi-adalah mood. Mereka bisa menulis dengan baik kalau sedang mood. Sebaliknya mereka akan berhenti menulis kalau lagi nggak ada mood. Lama-lama mereka dikuasai mood. Mereka menulis atau tidak, tergantung kepada mood atawa suasana hati.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Saya tidak tahu sejak kapan penulis sangat tergantung kepada mood. Begitu tergantungnya sampai-sampai mereka percaya mood sangat menentukan lancar tidaknya menulis. Padahal kitalah yang seharusnya menentukan diri kita sendiri. Kalau kita membiasakan diri untuk menulis kapan saja; dalam suasana gaduh atau tenang, dalam suasana penuh semangat atau dingin tak bergairah, kita akan lebih produktif sekaligus melahirkan tulisan yang lebih berbobot. Satu hal yang harus kita pompakan: menulis karena memang ada yang harus kita sampaikan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Kalau mood sedang tidak bersahabat dengan kita, jangan dikasih hati. Tetaplah menulis. Insya-Allah, kita akan terbiasa sehingga dapat menulis dengan bagus <i>anytime anywhere</i> `kapan saja, dimana saja'. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b>Ssst…! Jangan Cepat Ge-eR<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Satu lagi, jangan cepat Ge-eR alias gedhe rasa. Kalau tulisan kita nggak dimuat, jangan cepat-cepat berkesimpulan bahwa tulisan kita mutunya menyedihkan. Boleh jadi editor lagi sumpeg berat saat baca tulisan kita, sehingga secepat kilat membuangnya di keranjang sampah. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Boleh jadi tulisan kita terlalu pendek, sehingga tanggung kalau dimuat. Atau sebaliknya, tulisan kita terlalu panjang. Atau ketikan kita amburadul penuh coretan sehingga editor ogah memperhatikan. Itu sebabnya, kita perlu perhitungkan saat mengirim tulisan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Begitupun kalau tulisan kita dimuat atau buku kita laris, jangan cepat Ge-eR. Cobalah untuk memahami lebih jauh kenapa buku kita laris? Karena tulisan kita memang bagus, ada pasar fanatik, atau karena kita diuntungkan oleh situasi. Melalui usaha untuk terus memahami, insya-Allah kita akan mampu melahirkan tulisan yang benar- benar memiliki kehandalan yang obyektif.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Nah, bagaimana? Sudah siap menulis? OK. Tajamkan pena dan ubahlah dunia dengan tulisanmu![]<o:p></o:p></span></p>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-16322477154633273582007-06-29T20:02:00.000-07:002007-07-01T21:18:59.188-07:00Bangkitkan Kehebatanmu (1/2)<span style="font-size:100%;"><span lang="IN" style="font-family:trebuchet ms;">Oleh: Mohammad Fauzil Adhim<o:p></o:p></span></span> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;font-family:trebuchet ms;" align="center"><span style="font-size:100%;"><i>Penulis buku-buku best seller, antara lain Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Kado Pernikahan untuk Istriku, Indahnya Pernikahan Dini dan Agar Cinta Bersemi Indah<o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Banyak penulis berbakat, tetapi tidak mampu membuat tulisan yang hebat. Mereka pernah menjadi juara di berbagai sayembara mengarang; mereka memperoleh penghargaan di berbagai perlombaan; mereka menumpuk piala-piala di ruang tamunya, tetapi tak satu pun karya berharga yang mampu mereka tulis. Selebihnya, piala-piala itu hanya menjadi kisah membanggakan untuk penghias cerita saat datang kenalan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Apa yang menyebabkan mereka gagal menjadi penulis handal? Mental. Karena tidak memiliki mental pemenang, mereka gagal menjadi penulis cemerlang. Apa saja yang perlu kita miliki agar dapat melahirkan tulisan yang selalu dicari-cari? Inilah beberapa hal yang perlu kita perhatikan untuk melejitkan kehebatan kita sebagai penulis:<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b>Jadi yang Terbaik, Bukan yang Lebih Baik<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Ada dua penyakit yang sering membuat kita tak pernah melejit, yakni banyak mengeluh atau sebaliknya terlalu cepat merasa puas. Banyak mengeluh membuat kita tidak pernah puas, dan akhirnya menjadikan kita tak pernah memiliki rasa percaya diri bahwa tulisan kita cukup berharga. Kita selalu merasa lebih jelek, sehingga tidak pernah berani mempublikasikan. Sebaliknya, terlalu cepat merasa puas membuat kita tidak berkembang. Kita merasa cukup sebelum melakukannya secara optimal. Kita merasa qana'ah, padahal sebenarnya merupakan sikap <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">seenaknya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Penyakit terakhir ini sering saya temui pada banyak penulis. Mereka lebih hebat dari saya, tetapi mereka tidak mampu melahirkan karya dahsyat. Sebabnya sederhana, mereka menganggap tulisannya lebih baik dari orang lain. "Ah, saya kira sudah cukup. Banyak yang lebih sederhana dari ini, juga bisa terbit." Alhasil, karya mereka pun hanya menjadi karya "yang sedang-sedang saja", meskipun awalnya memang lebih baik dari orang lain.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Nah, jika kita ingin melahirkan karya yang memikat, ada satu sikap mental yang perlu kita miliki. Saya sering menggambarkannya dalam ungkapan if the best is excellent, good is not <i>enough</i>. Sederhananya, jika mampu melakukan yang terbaik, tidak layak melakukan yang sekedar baik. Meskipun "yang sekedar baik" itu sudah jauh lebih baik daripada seluruh tulisan yang ada, tak layak kita menuliskannya jika kita memang mampu melahirkan tulisan yang lebih baik lagi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Alhasil, camkanlah untuk selalu menulis dengan sebaik-baiknya. Ini tidak berarti kita berhenti menulis bila kita sedang sakit karena khawatir tulisan kita tak sebaik kemarin. Tetapi, kita harus menulis dengan sebaik-baiknya sesuai keadaan kita saat itu. Kita melakukan yang terbaik jika kita meraih nilai tujuh karena memang kemampuan maksimal saat ini adalah tujuh, meskipun kemarin kita mampu meraih nilai sembilan. Sebaliknya, nilai delapan saat ini bisa merupakan prestasi yang menyedihkan kalau sebenarnya kita mampu meraih nilai sepuluh.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Termasuk mental untuk menjadi yang terbaik adalah berusaha melahirkan tulisan terbai untuk media yang terbaik pula. Kalau kemudian kita menulis di media yang tingkat persaingannya rendah, jangan pernah karena alasan mudah menembusnya. Alasan semacam ini selain membuat kita tidak puas, juga membuat kita semakin tidak percaya diri. Lama- lama kita malah mengalami ketakutan untuk memasuki persaingan yang kita. Pada akhirnya kita benar-benar tidak mampu menghasilkan tulisan yang enak dibaca dan perlu. Inilah fenomena ketidakberdayaan karena kita merasa tidak berdaya. Selligman menyebutnya sebagai <i>learned hopelessness</i> (ketidakberdayaan yang dipelajari).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Ketika pertama kali mau menulis buku untuk diterbitkan, tahukah apakah yang saya lakukan? Saya cari informasi penerbit terbaik dan paling sulit ditembus. Waktu itu, jawabannya adalah Penerbit Mizan. Maka saya pun memancangkan tekad, saya akan menulis buku yang layak untuk Penerbit Mizan. Alhamdulillah, naskah saya diterima, cukup meledak di pasaran, dan cetakan kedua dibeli seluruhnya oleh proyek pusat perbukuan pemerintah. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><b>Belajar Dari Kesalahan Sendiri<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Orang-orang yang memiliki mental pemenang selalu berusaha untuk lebih daripada sebelumnya. Artinya, kita berusaha lebih baik bukan dibanding orang lain, tetapi dibanding diri sendiri. Jika merasa lebih baik daripada orang lain akan segera mengubur kehebatan kita ke <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">jurang yang paling dalam, berusaha untuk selalu lebih baik daripada sebelumnya akan membuat kita menjadi a few good ones (sekelompok kecil penulis-penulis terbaik).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Salah satu cara untuk selalu lebih baik daripada sebelumnya adalah dengan belajar dari kesalahan diri sendiri. Dulu, ketika awal-awal menulis di media massa, saya selalu menyimpan tulisan asli. Bila dimuat, masalah pertama yang saya perhatikan adalah, adakah perbedaan antara tulisan asli dengan tulisan yang sudah dimuat. Jika ada perbedaan, perhatikanlah dengan seksama apakah perbedaan itu karena kelalaian editor ataukah karena tulisan kita memang perlu disempurnakan. Bagaimana mengetahuinya? Kita bisa menalar sendiri, tetapi bisa juga menemui editornya. Melalui cara ini, insya-Allah kualitas tulisan kita akan bisa meningkat dengan cepat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Cara lain adalah mencari naskah yang terbuang. Di awal karier saya menulis, saya merasa senang bila menemukan tulisan yang dibuang di tempat sampah editor. Dibanding membaca karya-karya yang sudah terbit, tulisan yang terbuang di tempat sampah seringkali memberi pelajaran yang lebih banyak (soalnya, kadang tulisan kita dimuat kan karena kasihan. He… he… he….).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Apalagi yang perlu kita perhatikan untuk membangkitkan kehebatan kita sebagai penulis? Ada empat hal. Tetapi karena terbatasnya halaman, insya-Allah kita akan berjumpa di An-Nida' edisi depan. So, don't miss it! OK?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in;font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;">Sebelum berpisah, jangan lupa: Be the best, but not the better. Jadilah yang terbaik, tapi bukan yang lebih baik. Daaaagh...[]<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="font-family:trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3157637755578884396.post-43088648522126504532007-06-29T19:27:00.000-07:002007-06-29T19:30:41.258-07:00Tulisan Asyik, Pembaca Tertarik<span style="font-size: 16pt; font-family: Garamond;"><span style="font-style: italic;">[Kiat menulis untuk pembaca remaja]</span><o:p></o:p></span><span style="font-family: Garamond;"><br /><span style="font-weight: bold;">Oleh: O. Solihin</span><a style="font-weight: bold;" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: Garamond;"></span></span></span></span></a><o:p></o:p></span> <p class="MsoNormal"><span style="font-family: Garamond;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-family: Garamond;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Aktivitas menulis termasuk salah satu dari sekian banyak aktivitas yang bisa menyenangkan. Menulis tidak saja menyenangkan, tapi juga sekaligus menyegarkan semangat hidup. Betapa tidak, menulis menumbuhkan kebahagiaan tersendiri bagi penulisnya karena sudah bisa berbagi apa saja dengan pembacanya. Itu sebabnya, agar informasi itu bisa sampai ke pembaca dengan baik, benar, dan menghibur diperlukan kiat-kiat khusus yang sebetulnya bisa dipelajari melalui latihan rutin. Sebab, menulis itu adalah bagian dari keterampilan, maka jika kita terus melatih diri untuk mengembangkan kemampuan, insya Allah akan banyak peluang untuk melakukan inovasi terhadap tulisan yang kita buat.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Tulisan paling asyik menurut saya adalah tulisan yang bisa mengena di hati pembaca kita. Itu sebabnya, segmentasi sangat diperlukan. Karena memang kita tidak bisa menjangkau semua lapisan pembaca dengan <st1:city st="on"><st1:place st="on">gaya</st1:place></st1:City> tulisan tertentu. Tulisan-tulisan saya lebih banyak diarahkan untuk konsumsi remaja. Tentunya ada alasan. Pertama, karena pasar remaja sangat besar. Kedua, ingin berbagi ilmu dan pengalaman dengan teman-teman remaja, mengingat mereka adalah generasi harapan di masa depan. Berbagi ilmu dan pengalaman ini sangat penting, karena sebagian besar teman remaja memang membutuhkannya. Apalagi di tengah gempuran budaya asing yang tak bisa dengan mudah dihindarinya. Pendek kata butuh bimbingan dan arahan. Alasan seperti inilah yang membuat saya lebih fokus mengarahkan tulisan untuk konsumsi remaja.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;"><o:p> </o:p></span></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style="font-size: 11.5pt;">Bermesraan dengan remaja<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Jangan bayangkan Anda bisa lebih mudah mengelola remaja. Sebab, remaja itu banyak maunya. Bahkan sangat cepat berubah-ubah. Cuma satu yang tak berubah dari remaja: Ceria! Ya, masa remaja identik dengan ceria. Seolah begitu mudah melupakan masa-masa sulit. Belajar saja sering cuma jadi tempelan, karena di sekolah pun mereka lebih banyak meghabiskan waktunya untuk sosialisasi dengan temannya dan membicarakan beragam pernak-pernik kehidupan mereka. Jujur saja, itu pun pernah saya rasakan.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Sebagai penulis yang akan menyampaikan informasi sebagai sarana pendidikan kepada remaja, kita perlu merinci apa saja yang membuat mereka tertarik terhadap sebuah produk, khususnya tulisan. Sejauh pengalaman saya dalam menulis artikel nonfiksi untuk remaja, menemukan hanya dua <i>icon</i> yang tak boleh dilepaskan dari dunia remaja: ringan dan <i>ngemong</i>. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Kenapa harus ringan dan <i>ngemong</i>? Setidaknya memang ini analisis saya. Ringan artinya tema yang disodorkan kepada teman-teman remaja harus ringan. Atau jika pun masalah tersebut berat, harus dipaksakan dibuat sesederhana mungkin dalam menyampaikannya. Buku saya, <i>Jangan Jadi Bebek</i>, pernah dikomentari Pak Adhiyaksa M Dault (sekarang menjadi Menpora), waktu beliau menjadi panelis bersama saya dalam acara bedah buku tersebut. “Tema-tema yang dibahas di buku ini sebetulnya cukup berat bahkan beberapa memang berat, tapi penulisnya mampu mengkomunikasikannya dengan <st1:city st="on"><st1:place st="on">gaya</st1:place></st1:City> bahasa yang ringan.” Saya tidak bermaksud memuji diri sendiri, tapi kenyataannya memang demikian. Ini sekadar berbagi pengalaman saja.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Kemudian unsur kedua adalah <i>ngemong</i>. Teman remaja paling <i>nggak</i> suka <i>kalo</i> membaca tulisan yang kesannya menggurui, apalagi mungkin menghakimi. Mereka lebih senang diajak ngobrol. Bertutur apa saja sehingga tanpa terasa ajaran dan ilmu-ilmu Islam yang kita sampaikan masuk ke alam pikirannya tanpa ada kesan didoktrin. Memang ini tidak semua remaja demikian, tergantung latar belakang pendidikan dan budaya mereka. Tapi rata-rata (bahkan dengan jumlah yang mayoritas), mereka adalah remaja yang tak suka didoktrin.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Dua kunci ini saya jadikan patokan untuk membimbing remaja lewat bacaan hasil tulisan saya. Maka, ketika buku pertama saya masuk ke penerbit, saya meminta dengan setengah memaksa, bahwa <st1:city st="on"><st1:place st="on">gaya</st1:place></st1:City> bahasa dalam tulisan saya tak boleh diubah. Biarkan seperti apa adanya. Karena memang remaja lebih suka pake EYD (ejaan yang dipaksakan). Lebih suka bahasa gaul. Lagi pula, ini hanya sekadar jembatan untuk mengkomunikasikan pesan saja.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;"><o:p> </o:p></span></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style="font-size: 11.5pt;">Jangan lupakan isi<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Sobat muda muslim, meski kita konsentrasi kepada <st1:city st="on"><st1:place st="on">gaya</st1:place></st1:City> bahasa yang “gaul” dan ringan khas remaja. Tapi kita jangan lupakan isi dari tulisan kita. Karena isi justru inti dari pesan kita. Untuk pembaca remaja, saya punya dua kebijakan. Pertama, menyampaikan gagasan dalam bentuk wacana saja. Kedua, gagasan yang bersifat solusi praktis. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Wacana, saya mengenalkan Islam sebagai solusi. Itu sebabnya dalam buku <i>Jangan Jadi Bebek, Jangan Jadi Seleb,</i> dan <i>Jangan Nodai Cinta</i> lebih terkesan <i>“brainstorming”</i> karena memang saya ingin mengubah persepsi terlebih dahulu sehingga mampu membentuk kerangka berpikir yang utuh bagi pembaca tulisan saya. Diharapkan pula bahwa persepsi ini akan menumbuhkan pola pikir yang stabil dalam menilai setiap persoalan, dan cuma Islam yang bisa dijadikan solusi sistemik dan praktis.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Mengenai solusi praktis, saya juga mulai memunculkannya di buku <i>Bangkit Dong, Sobat! </i>(insya Allah sebentar lagi akan terbit). Semoga dengan dua kebijakan tersebut bisa saling melengkapi untuk tercapainya pesan yang utuh. <o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Sobat muda muslim, untuk masalah isi ini kita harus tegas, meski harus dihindari kesan arogan atau menekan. Asal bisa menyampaikannya dengan <st1:city st="on"><st1:place st="on">gaya</st1:place></st1:City> bahasa ringan dan rileks, insya Allah masih tetap diminati remaja. Dengan demikian, isi dan <st1:city st="on"><st1:place st="on">gaya</st1:place></st1:City> bahasa menjadi faktor yang tak boleh diabaikan.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;"><o:p> </o:p></span></span></p> <p style="font-family: trebuchet ms;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style="font-size: 11.5pt;">Nonfiksi-fiksi; depan bisa belakang bisa!<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Tak jarang orang yang sudah terbiasa menulis nonfiksi akan sangat kesulitan menuliskan gagasannya dalam bentuk karya fiksi. Begitu pun sebaliknya. Memang, fokus dalam satu jalur itu cukup bagus. Bahkan akan sangat membantu proses penguatan citra diri dan menambah pengembangan kemampuan menulisnya. Tapi, tak ada salahnya, tak ada dosanya, dan juga tak ada ruginya jika akan menjajal kedua-duanya.<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><st1:city st="on"><st1:place st="on"><span style="font-size: 11.5pt;">Ada</span></st1:place></st1:City><span style="font-size: 11.5pt;"> beberapa kiat yang pernah saya coba praktekkan, siapa tahu bisa juga dijadikan pertimbangan untuk dicontek (dan dimodifikasi lagi) sama teman-teman:<o:p></o:p></span></span></p> <ol style="margin-top: 0in; font-family: trebuchet ms;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style=""><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Menyesuaikan porsi bacaan. Saya meyakini bahwa jenis bacaan sedikit atau banyak akan mempengaruhi pembacanya. Harus saya akui bahwa saya lebih sering tertarik dengan bacaan yang memerlukan analisis dan berita, sehingga ini mempengaruhi model tulisan saya yang memang lebih banyak nonfiksi. Jadi, untuk yang ingin menulis nonfiksi, silakan lebih banyak melahap bacaan atau informasi yang bersifat analisis-berita dengan porsi lebih ketimbang fiksi. Begitu juga sebaliknya.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal" style=""><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Untuk nonfiksi, seringlah berlatih menggunakan kata-kata yang tak bersayap. Tegas, jelas dan harus rela “menghilangkan” unsur bahasa sastra. Untuk fiksi, tentu harus berlatih dan mengkoleksi kata-kata kiasan, dan lebih banyak mengumpulkan bahasa sastra.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal" style=""><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Daya imajinasi pada tulisan nonfiksi dibatasi dengan realita dan hukum tertentu. Pada fiksi, seringkali harus mendramatisasi kenyataan. Jadi, silakan mengasah daya imajinasinya masing-masing untuk kedua jenis tulisan ini.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal" style=""><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Latihan yang cukup. Mengubah kebiasaan itu tak mudah memang. Tapi silakan berlatih menulis untuk jenis tulisan yang belum dikuasai dengan porsi lebih banyak ketimbang jenis tulisan yang saat ini dikuasai.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal" style=""><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Paling utama adalah menancapkan tekad dan niat dengan kuat. Ini yang paling sulit dibentuk, tapi jika sudah <i>nyetel</i>, juga paling sulit dihentikan.<o:p></o:p></span></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;"><o:p> </o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; font-family: trebuchet ms;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11.5pt;">Selamat mencoba. Karena yang terpenting bukan untuk didiskusikan saja, tapi wajib dipraktekkan. <i>Go! Menulis Go!</i> <i>Wallahu’alam</i>[]</span><o:p></o:p></span></p> <div style=""><!--[if !supportFootnotes]--></div>O. Solihinhttp://www.blogger.com/profile/06339012232704804395noreply@blogger.com1