Oleh: O. Solihin
Anda mau jadi wartawan? Hmm... siap-siaplah melaporkan suatu peristiwa dalam sebuah tulisan. Nah, berita yang baik dan efektif adalah irit dalam gerak. Nggak bertele-tele. Juga tangkas dalam kejutan. Udah gitu, simple dan elok lagi. Itu sebabnya, kalo Anda baca tulisan-tulisan bernuansa berita enak banget dibacanya. Kita langsung nyambung dengan apa yang diinginkan si penulis berita. Cepat alurnya. Beda banget dengan tulisan fiksi yang, memang kelihatannya, harus memainkan kata-kata dengan bertabur kiasan dan pilihan kata yang membuat pembacanya larut dalam nuansa sastra.
Oke deh, saya kasih tip sedikit tentang menulis berita. Ini saya buat sesuai dengan teori yang selama ini saya ketahui dan praktik yang memang telah saya lakukan. Sudah mantap pengen jadi wartawan? Bagus! Tapi jangan salah, Anda harus punya ‘pegangan’ supaya tulisan beritamu oke punya. Paling nggak Anda mengetahui beberapa hal, di antaranya:
1. Informasi. Yup, informasi, bukan bahasa. Informasi adalah batu-bata penyusun berita yang yang efektif. Tanpa informasi, jangan harap Anda bisa menulis berita itu dengan baik. Jangankan nggak punya informasi, informasinya nggak lengkap saja bakalan kewalahan bikin beritanya. Pokoknya, ada yang ganjal saja, karena tulisan jadi kurang menggigit. “Prosa adalah arsitektur, bukan dekorasi interior,” kata Ernest Hemingway.
2. Siginifikansi. Maksudnya, berita harus memiliki informasi penting; yakni memberi dampak pada pembaca. Misalnya aja, penulisnya mengingatkan pembaca kepada sesuatu yang mengancam kehidupan mereka. Contohnya? Menulis tentang kesehatan seperti tentang kasus Flu Burung yang kian menggila belakangan ini, juga tentang kemakmuran dan kesadaran mereka akan nilai-nilai. Misalnya nilai ajaran agama.
3. Fokus. Kegagalan seorang penulis berita adalah ketika menyampaikan berita secara sporadis, alias semrawut. Nggak fokus. Berita yang sukses dan oke biasnya justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. “Less is more,” kata Hemingway. Tulisan yang ringkas nggak ubahnya sebuah lukisan yang tegas (tanpa garis yang tak perlu) atau mesin yang efektif (tanpa suku cadang yang nggak berfungsi). Luruskan apa saja yang berliku-liku. Gergaji deh apa yang terasa bergerigi. Berperanglah melawan kekaburan, sebab pernyataan yang abstrak adalah racun maut bagi seorang penulis.
4. Konteks. Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu dari mana kisah berawal dan ke mana mengalir, serta seberapa jauh dampaknya. Sobat muda muslim, tugas seorang penulis adalah membuat sesuatu informasi yang dikumpulkan dan dilaporkan menjadi jelas bagi pembaca.
5. Wajah. Di dunia jurnalistik berkembang ‘pameo’, seorang fotografer tahu bahwa gambar yang tidak menyertakan unsur kehidupan (manusia dan binatang) hanya akan berakhir di keranjang sampah. Nah, begitu pula dengan tulisan. Jurnalisme itu menyajikan gagasan dan peristiwa; tren sosial, penemuan ilmiah, opini hukum, perkembangan ekonomi, krisis internasional, tragedi kemanusiaan, dinamika agama, dsb. Tulisan yang disajikan itu berupaya mengenalkan pembaca kepada orang-orang yang menciptakan gagasan dan menggerakkan peristiwa. Atau menghadirkan orang-orang yang terpengaruh oleh gagasan dan peristiwa itu. Inilah yang saya maksud tulisan jusrnalistik itu harus ‘berwajah’.
6. Lokasi/Tempat. Sobat muda, pembaca menyukai banget “sense of place”. Anda bisa membuat tulisan jadi lebih hidup jika menyusupkan “sense of place”. Bener lho. Misalnya aja Anda tulisan seperti apa lokasi tempat terjadinya pembunuhan, bagaimana suasana di balik panggung pertunjukkan, bisa juga Anda gambarkan tentang suasana jalannya pertandingan sepakbola yang menegangkan saat kedua klub itu bermain hidup-mati untuk mengejar gelar juara atau menghindari jurang degdradasi. Seru deh. Misalnya aja terjadi sebuah kecelakaan mobil yang masuk jurang. Anda bisa menuliskannya dengan detil, seperti berapa kedalaman jurang, di sana ada air atau Cuma batu-batu besar eksplor terus biar terkesan dramatis. Kamera televisi itu bisa menampilkan pemandangan yang sesungguhnya, dalam warna dan detil. Nah, penulis tentu agak kesulitan untuk menggambrkan itu. Maka, ia harus bekerja keras untuk bisa melukiskan tempat itu di pikiran pembaca. Karena, adakalanya tempat kejadian itu nggak pernah diketahui sebelumnya oleh beberapa pembaca. Intinya, kita berupaya untuk menyentuh indera pembaca. Membuat mereka melihat cerita dalam detil visual yang kuat--dan juga dalam konteks yang tepat--membuat mereka mendengar, meraba, merasakan, membaui, dan mengalaminya. Anda pasti bisa membuatnya. Coba yaa..
7. Suara. Sobat, kita nggak boleh lupa, bahkan dalam abad komunikasi massa seperti sekarang, kegiatan membaca tetap saja bersifat pribadi; yakni seorang penulis bertutur kepada seorang pembaca. Tulisan akan mudah diingat jika mampu menciptakan ilusi bahwa seorang penulis tengah bertutur kepada seorang pembacanya. Jadi, gunakan kalimat aktif. Bila perlu berbau percakapan. Media massa cetak yang baik tak ubahnya seperti pendongeng yang memukau. Bukan pendongeng yang gagap. Nah, kata kerja adalah mesin pendorong sebauh cerita. Itu sebabnya, gunakan kata kerja aktif ketimbang yang pasif. Penulis berita ‘wajib’ merasa gagal saat menggunakan kata sifat, ketika tak bisa menemukan kata kerja yang benar atau kata benda yang benar. Ya, intinya, tulisan itu harus enjoy untuk dibaca.
Penulis yang baik juga mampu menghadirkan warna suara yang konsisten ke selruuh cerita, tapi menganekaragamkan volume dan ritme untuk memberi suara tekanan pada makna (dengan memberikan variasi pada panjang-pendek alinea, kalimat dan kata). Oke deh, gampangnya Anda bisa membaca berita di koran-koran or majalah-majalah. Rasakan sendiri bedanya. Oke?
8. Anekdot dan Kutipan. Anda perlu paham bahwa anekdot, sebuah kutipan, sebuah dialog pendek, atau sebuah deskripsi dapat mengubah irama di mana pembaca bisa terikat sepanjang cerita dan membuat tulisan itu lebih hidup. Untuk menggambarkan istilah ini, ibarat pertandingan sepakbola. Kalo ada playmaker yang handal dalam tim itu, ia pandai mengatur irama permainan, kapan menyerang, kapan bertahan, kapang juga menekan dengan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki, atau bisa juga menyusun serangan dari sayap. Pokoknya, membuat permainan enak ditonton.
Kutipan dalam tulisan berita memberikan otoritas. Siapa yang mengatakannya? Seberapa dekat keterlibatannya dengan suatu peristiwa dan masalah? Apakah kata-katanya patut didengar? Kutipan juga memberikan vitalitas karena membiarkan pembaca mendegar suara lain selain si penulis. Oya, Anda harus hati-hati untuk tidak terlalu banyak mengutip atau terlalu sedikit mengutip. Ya, yang sedang-sedang saja. Iya dong, kalo kebanyakan mengutip, kapan Anda nulisnya? Atau terlalu sedikit, malah banak pendapat Anda nati di situ. Padahal, berita itu kan harus objektif. Katanya sih begitu. Meski fakta yang berkembang saat ini tentang berita jadi suka bias. Bahkan kesannya udah ditempeli dengan opini si penulis berita. Istilah kerennya, berita sekarang adalah “realitas tangan kedua”, alias udah disaring sesuai dengan keingian si penulis atau visi media tersebut.
Oke deh, ini sekadar sekilas tip. Menulis berita juga adalah komoditi dari menulis itu sendiri. Silakan dipraktikkan[]
Anda mau jadi wartawan? Hmm... siap-siaplah melaporkan suatu peristiwa dalam sebuah tulisan. Nah, berita yang baik dan efektif adalah irit dalam gerak. Nggak bertele-tele. Juga tangkas dalam kejutan. Udah gitu, simple dan elok lagi. Itu sebabnya, kalo Anda baca tulisan-tulisan bernuansa berita enak banget dibacanya. Kita langsung nyambung dengan apa yang diinginkan si penulis berita. Cepat alurnya. Beda banget dengan tulisan fiksi yang, memang kelihatannya, harus memainkan kata-kata dengan bertabur kiasan dan pilihan kata yang membuat pembacanya larut dalam nuansa sastra.
Oke deh, saya kasih tip sedikit tentang menulis berita. Ini saya buat sesuai dengan teori yang selama ini saya ketahui dan praktik yang memang telah saya lakukan. Sudah mantap pengen jadi wartawan? Bagus! Tapi jangan salah, Anda harus punya ‘pegangan’ supaya tulisan beritamu oke punya. Paling nggak Anda mengetahui beberapa hal, di antaranya:
1. Informasi. Yup, informasi, bukan bahasa. Informasi adalah batu-bata penyusun berita yang yang efektif. Tanpa informasi, jangan harap Anda bisa menulis berita itu dengan baik. Jangankan nggak punya informasi, informasinya nggak lengkap saja bakalan kewalahan bikin beritanya. Pokoknya, ada yang ganjal saja, karena tulisan jadi kurang menggigit. “Prosa adalah arsitektur, bukan dekorasi interior,” kata Ernest Hemingway.
2. Siginifikansi. Maksudnya, berita harus memiliki informasi penting; yakni memberi dampak pada pembaca. Misalnya aja, penulisnya mengingatkan pembaca kepada sesuatu yang mengancam kehidupan mereka. Contohnya? Menulis tentang kesehatan seperti tentang kasus Flu Burung yang kian menggila belakangan ini, juga tentang kemakmuran dan kesadaran mereka akan nilai-nilai. Misalnya nilai ajaran agama.
3. Fokus. Kegagalan seorang penulis berita adalah ketika menyampaikan berita secara sporadis, alias semrawut. Nggak fokus. Berita yang sukses dan oke biasnya justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. “Less is more,” kata Hemingway. Tulisan yang ringkas nggak ubahnya sebuah lukisan yang tegas (tanpa garis yang tak perlu) atau mesin yang efektif (tanpa suku cadang yang nggak berfungsi). Luruskan apa saja yang berliku-liku. Gergaji deh apa yang terasa bergerigi. Berperanglah melawan kekaburan, sebab pernyataan yang abstrak adalah racun maut bagi seorang penulis.
4. Konteks. Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu dari mana kisah berawal dan ke mana mengalir, serta seberapa jauh dampaknya. Sobat muda muslim, tugas seorang penulis adalah membuat sesuatu informasi yang dikumpulkan dan dilaporkan menjadi jelas bagi pembaca.
5. Wajah. Di dunia jurnalistik berkembang ‘pameo’, seorang fotografer tahu bahwa gambar yang tidak menyertakan unsur kehidupan (manusia dan binatang) hanya akan berakhir di keranjang sampah. Nah, begitu pula dengan tulisan. Jurnalisme itu menyajikan gagasan dan peristiwa; tren sosial, penemuan ilmiah, opini hukum, perkembangan ekonomi, krisis internasional, tragedi kemanusiaan, dinamika agama, dsb. Tulisan yang disajikan itu berupaya mengenalkan pembaca kepada orang-orang yang menciptakan gagasan dan menggerakkan peristiwa. Atau menghadirkan orang-orang yang terpengaruh oleh gagasan dan peristiwa itu. Inilah yang saya maksud tulisan jusrnalistik itu harus ‘berwajah’.
6. Lokasi/Tempat. Sobat muda, pembaca menyukai banget “sense of place”. Anda bisa membuat tulisan jadi lebih hidup jika menyusupkan “sense of place”. Bener lho. Misalnya aja Anda tulisan seperti apa lokasi tempat terjadinya pembunuhan, bagaimana suasana di balik panggung pertunjukkan, bisa juga Anda gambarkan tentang suasana jalannya pertandingan sepakbola yang menegangkan saat kedua klub itu bermain hidup-mati untuk mengejar gelar juara atau menghindari jurang degdradasi. Seru deh. Misalnya aja terjadi sebuah kecelakaan mobil yang masuk jurang. Anda bisa menuliskannya dengan detil, seperti berapa kedalaman jurang, di sana ada air atau Cuma batu-batu besar eksplor terus biar terkesan dramatis. Kamera televisi itu bisa menampilkan pemandangan yang sesungguhnya, dalam warna dan detil. Nah, penulis tentu agak kesulitan untuk menggambrkan itu. Maka, ia harus bekerja keras untuk bisa melukiskan tempat itu di pikiran pembaca. Karena, adakalanya tempat kejadian itu nggak pernah diketahui sebelumnya oleh beberapa pembaca. Intinya, kita berupaya untuk menyentuh indera pembaca. Membuat mereka melihat cerita dalam detil visual yang kuat--dan juga dalam konteks yang tepat--membuat mereka mendengar, meraba, merasakan, membaui, dan mengalaminya. Anda pasti bisa membuatnya. Coba yaa..
7. Suara. Sobat, kita nggak boleh lupa, bahkan dalam abad komunikasi massa seperti sekarang, kegiatan membaca tetap saja bersifat pribadi; yakni seorang penulis bertutur kepada seorang pembaca. Tulisan akan mudah diingat jika mampu menciptakan ilusi bahwa seorang penulis tengah bertutur kepada seorang pembacanya. Jadi, gunakan kalimat aktif. Bila perlu berbau percakapan. Media massa cetak yang baik tak ubahnya seperti pendongeng yang memukau. Bukan pendongeng yang gagap. Nah, kata kerja adalah mesin pendorong sebauh cerita. Itu sebabnya, gunakan kata kerja aktif ketimbang yang pasif. Penulis berita ‘wajib’ merasa gagal saat menggunakan kata sifat, ketika tak bisa menemukan kata kerja yang benar atau kata benda yang benar. Ya, intinya, tulisan itu harus enjoy untuk dibaca.
Penulis yang baik juga mampu menghadirkan warna suara yang konsisten ke selruuh cerita, tapi menganekaragamkan volume dan ritme untuk memberi suara tekanan pada makna (dengan memberikan variasi pada panjang-pendek alinea, kalimat dan kata). Oke deh, gampangnya Anda bisa membaca berita di koran-koran or majalah-majalah. Rasakan sendiri bedanya. Oke?
8. Anekdot dan Kutipan. Anda perlu paham bahwa anekdot, sebuah kutipan, sebuah dialog pendek, atau sebuah deskripsi dapat mengubah irama di mana pembaca bisa terikat sepanjang cerita dan membuat tulisan itu lebih hidup. Untuk menggambarkan istilah ini, ibarat pertandingan sepakbola. Kalo ada playmaker yang handal dalam tim itu, ia pandai mengatur irama permainan, kapan menyerang, kapan bertahan, kapang juga menekan dengan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki, atau bisa juga menyusun serangan dari sayap. Pokoknya, membuat permainan enak ditonton.
Kutipan dalam tulisan berita memberikan otoritas. Siapa yang mengatakannya? Seberapa dekat keterlibatannya dengan suatu peristiwa dan masalah? Apakah kata-katanya patut didengar? Kutipan juga memberikan vitalitas karena membiarkan pembaca mendegar suara lain selain si penulis. Oya, Anda harus hati-hati untuk tidak terlalu banyak mengutip atau terlalu sedikit mengutip. Ya, yang sedang-sedang saja. Iya dong, kalo kebanyakan mengutip, kapan Anda nulisnya? Atau terlalu sedikit, malah banak pendapat Anda nati di situ. Padahal, berita itu kan harus objektif. Katanya sih begitu. Meski fakta yang berkembang saat ini tentang berita jadi suka bias. Bahkan kesannya udah ditempeli dengan opini si penulis berita. Istilah kerennya, berita sekarang adalah “realitas tangan kedua”, alias udah disaring sesuai dengan keingian si penulis atau visi media tersebut.
Oke deh, ini sekadar sekilas tip. Menulis berita juga adalah komoditi dari menulis itu sendiri. Silakan dipraktikkan[]
4 komentar:
Saya sangat setuju tentang "sense of place". Bahkan sebenarnya saat saya membaca berita saya menginginkan itu. Terutama olahraga. Memang dengan "sense of place" membuat membaca lebih hidup.
Dan seperti menonton film yang menegangkan.
Hmmm...
Pantas saja tabloid Bola Banyak dibeli. Ternyata karena ini YA
dari...
Rahasia Mengetik CEPAT Tanpa Lihat Keyboard
tolong aku dikirimi trik-trik agar ide2 kita keluar saat menulis..trims
Benar sekali. Mungkin tambahan bagi para pemula adalah untuk sering-sering berlatih menulis berita seperti saya yang juga mulai belajar dan mengasah kemampuan menulis. Terima kasih.
lalu bagaimana susunan berita yang baik,mohon di bantu
Posting Komentar